Seputar Aksi demonstrasi TRITURA MAHASISWA 1966



1.      KONDISI POLITIK INDONESIA 1963-1965
Kondisi sosial politik sekitar tahun 1963 hingga tahun 1965 adalah kondisi yang menguntungkan bagi PKI. Bung Karno banyak” memberi angin “ kepada partai komunis itu, karena PKI berhasil menampilkan dirinya sebagai kekuatan politik yang paling progresif revolusioner diantara partai-partai yang ada.
PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.[1]
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Bung karno merasa sangat mendapat dukungan dari PKI setiap kali ia melontarkan konsep politiknya.  Ketika Bung karno melontarkan Manipol (Manifesto politik) sebagai pedoman kebijakan negara, tanpa ragu-ragu PKI  segera menyatakan dukungan tanpa reserve. pada saat USDEK [2]meluncur dari bibir Soekarno sebagai konsep yang mendampingi manipol, PKI dengn gegap gempita menyambutnya. Begitu Nasakom dinyatakan sebagai poros bersatu padunya kekuatan progresif revolusioner, PKI serta merta menyambutnya dengan semangat. Tokoh-tokoh sentral PKI nyoto, Aidit, Sudisman adalah nama-nama besar  di dekat Bung Karno[3]. PKI bersikap demikian karena PKI merasa hanya Bung Karno yang dapat memberikan perlindungan dan membela mereka jika mereka berhadapan dengan golongan nonkomunis dan tentara. Sementara itu hubungan Soekarno dengan Tentara makin lama semakin tidak harmonis. Tentara tidak menyukai PKI, dan oleh karena itu tentara tidak menghendaki kedekatan Soekarno dengan PKI.
PKI menilai pihak-pihak yang tidak bisa menyetujui gagasan Nasakom sebagai kontrarevolusi harus ditekan, Merasa PKI sebagai partai politik yang paling progresif revolusioner karena senantiasa mendukung setiap upaya Bung Karno untuk menyukseskan Revolusi, PKI mulai dengan berani menuduh lawan-lawannya dengn berbagai sebutan seperti kontrarevolusi ( kontrev), kapitalis birokrat ( kabir ),antek-antek nekolim (antek-antek neokolonialisme), komprador, setan desa, setan kota, kaum sarungan,dll.[4]
Merasa mendapatkan kepercayaan dari Soekarno, maka PKI semakin agresif dalam melancarkan “persahabatan” dengan Soekarno. Konsep PKI tentang pembentukan tentara ke-V ditawarkan kepada Soekarno untuk disetujui dan dilemparkan ketengah-tengah masyarakat. Latihan-latiha para sukarelawan di Lubang Buaya Jakarta disinyalir sebagai upaya persiapan pembentukan angkatan ke-V[5]. PKI berdalih bahwa latihan-latihan tersebut dilakukan dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia.
Berbagai kebijakan politik yang dilaksanakan pada waktu itu sangat menguntungkan pihak PKI, misalnya, karena politik luar negeri Indonesia mengutamakan poros Jakarta-Hanoi-Peking (kini Beijing) dan Pnompyang.[6] Dengan poros tersebut PKI yang memang berkiblat ke Peking merasa Bung Karno sejalan dengan garis perjuangan mereka. Nasakom sendiri telah memberi peluang yang besar kepada PKI untuk berperan dinegeri ini.
Dengan lihai PKI memanfaatkan kebijakan tersebut untuk kepentingannya. Mereka menggunakan momen itu untuk melakukan persiapan dengan cermat agar dapat dengan mudah mengambil alih kekuasaan yang merupakan cita-cita perjuangan partai komunis disetiap negara pada umumnya. Bagi mereka menjelang september 1965 adalah saat yang tepat untuk mengambil alih kekuasaan tersebut dengan kekerasan. Persiapan untuk itu telah lama dilakukan karena saatnya sudah tepat untuk bertindak. Untuk perbuatan makar ini PKI mengambil membuat dalih yang cukup berani. Mereka menyebar isu bahwa sejumlah jendral telah membentuk sebuah dewan yang bernama Dewan Jendral[7]. Dewan ini akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah yang dipimpin oleh pemimpin besar revolusi, Bung Karno. PKI pun melancarkan kudetanya pada tanggal 30 september 1965.

2.      PERTENTANGAN ANTAR  IDEOLOGI
Keberhasilan atas PRRI pada masa silam tidak membuat tentara disukai oleh masyarakat umum. Penanganan pemerintah yang keras dibawah undang-undang darurat perang telah mengakibatlkan pihak tentara mendapat banyak kecaman, sehingga memberi angin terhadap mereka yang beranggapan bahwa kekuasaan tentara harus dibatasi .
 Diantara mereka itu adalah soekarno, yang lawan-lawan dan musuh-musuhnya adalah dari politikus sipil, seperti  Hatta dan Natsir , kini tidak berperanan lagi. Soekarno dan pihak tentara menjadi saling bersaing dalam megatur sistem politik yang sedang tumbuh. PKI yang masih belum memainkan peranan penting ingin sekali menempatkan dirinya sedekat mungkin dengan soekarno. Presiden tidak begitu menghargai para pemimpin PNI seperti Ali Sastroamijoyo dan Hardi, serta semakin menganggap PKI sebagai seekutu utamanya dalam menghadapi pihak tentara.[8]
Kini soekarno mulai memberi penekanan terhadap apa yang pernah ditulisnya pada tahun 1926, yang menghendaki persatuan antara nasionalisme, Islam dan marxisme.[9]Tema itu sekarang dinamakan dengan doktrin Nasakom (dari Nasionalisme, Agama, Komunisme). Tampaknya doktrin ini mengandung arti bahwa PNI (Untuk komunise) akan sama-sama berperan dalam pemerintahan disegaa tingkatan, sehingga menghasilkan suatu sistem yang antara lain akan didasarkan pada koalisi kekuatan-kekuatan politik yang berpusat di Jawa. Karena PNI dan NU sudah benar-benar terwakili, maka sat-satunya masalah serius yang ditimbulkan oleh Nasakom pada tahap ini adalah dimasukkannya para menteri PKI kedalam kabinet. Inilah yang tidak disukai oleh pihak militer.
Dipihak lain, Pimpinan tertinggi angkatan darat terpecah sedikitnya menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang mengikuti Yani dan mereka yang mengikuti Nasution. Keduanya anti PKI, tetapi yani merasakan bahwa sukarno terlalu menarik dan bahwa kehidupan tingkat atas jakarta terlalu nikmat bagi beberapa orang perwira. Soeharto ada diantara para perwira senior yang berusaha mencegah agar kelompok-kelompok didalam tubuh angkatan darat tersebut tidak menjadi bermusuhan secara terang-terangan.[10]
PKI menginginkan pembentukan tentara kelima. Namun pihak angkatan darat tidak menghendakinya. Apalagi, Soekarno sendiri  tidak pernah  memerintahkan pembentukan”angkatan kelima” itu, yang merupakan bukti bahwa presiden memang tidak bermaksud membantu PKI untuk mendapatkan kekuasaan, namun hanya berusaha menekan pimpinan angkatan darat. Pada bulan mei atmosfer persekongkolan semakin bertambah panas dengan terbongkarnya rahasia sebuah telegram yang dikirim kelondon oleh Duta besar Inggris di Jakarta yang disebut dengan Dokumen Gilchrist[11]. Yang dalam pandangan Soekarno memperkuat adanya komplotan-komplotan angkatan darat - Inggris yang menentang pemerintahannya.
3.      LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MAHASISWA ( AKSI TRITURA 1966 )
3.1 Faktor ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu sangat rendah sehingga mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
Sementara itu Menteri-menteri bidang ekonomi dan keuangan dari kabinet Dwikora pada bulan Desember sedang mempersiapkan suatu perubahan kebijakan ekonomi-keuangan yang akan merupakan “produk historis” yang menimbulkan kontroversi besar dan malah menjadi salah satu sebab jatuhnya kabinet Dwikora, Kabinet Rezim Soekarno. Menteri-menteri tersebut menelurkan suatu keputusan Devaluasi Rupiah menjadi Rupiah Baru dengan Kurs Rp.1.- baru = Rp.1000.- lama. [12]Follow up dari keputusan ini ternyata merupakan politik penyesuaian harga pemerintah, yaitu kenaikan secara sistematis dan menyeluruh daripada jasa-jasa dan produk yang dikuasai pemerintah.
Keadaan sosial ekonomi mulai menurun kejurang yang paling curam dan sangat memberatkan rakyat kecil. Setelah penetapan presiden tentang Rupiah baru dikeluarkan, maka follow-up penetapan presiden tentang kebijakan sannering[13] sangat berpengaruh dalam proses pematangan situasi. Menteri Negara Urusan Minyak dan Gas Bumi Mayor Jendral dr. Ibnu Sutowo dengan surat keputusan No. 216/M/Migas/66 tertanggal 3 Januari 1966 memutuskan kenaikan tarif harga minyak bumi dan bahan bakar sebagai berikut :
Harga bensin dinaikkan empat kali dari Rp.250.- mata uang lama menjadi Rp.1- uang baru. Minyak tanah dari Rp. 150-menjadi Rp.400.- uang lama. Walaupun diajukan alasan-alasan yang dipaksakan oleh pemerintah, diperingatkan ancaman-ancaman dan tindakan –tindakan terhadap swasta yang akan membanting kenaikan harga, terbukti bahwa pemerintah sendiri secara global menaikkan harga, terbukti bahwa pemerintah sendiri secara global menaikkan tarif jasa yang dimonopoli mulai dari postel[14] hingga kereta api.
Ongkos postel dinaikkan 10 kali lipat mulai tanggal 3 Januari. Tarif kereta api dinaikkan 500%. Pemerintah sendiri ternyata membonceng keputusan Menteri Migas dan tidak bisa mengisolir kenaikan harga hanya disektor minyak bumi, melainkan justru memperluas efek kenaikan harga diseluruh sektor. Menteri Urusan Anggaran Negara Drs. Suryadi, salah seorang konseptor sannering menaggapi kenaikan harga tersebut sbb: ”Harga bensin di  Indonesia setelah dinaikkan empat kali lipat masih lebih murah dari negara manapun diseluruh dunia. Menteri yang lupa bahwa daya beli rakyat Indonesia juga paling rendah di seluruh dunia. Menteri tersebut mengusahakan akan diusahakan untuk menekan defisit serendah mungkin.
Salah satu pukulan langsung yang dirasakan Mahasiswa ialah kenaikan tarif Bus PPD untuk ibukota menjadi Rp.1000.-uang lama yang dirasa sangat berat dan tidak terpikul lagi. Kali ini tidak ada lagi dalih politik yang mempan untuk dipakai sebagai pembendung aksi. Kali ini tidak ada lagi alasan memperpolitisir aksi, sebab soal ketidakmampuan Mahasiswa dan Rakyat membayar ongkos angkutan bukan masalah politik. Kenaikan sektor yang bukan “sandang-pangan” yang dilokalisir Kabinet Dwikora ternyata tidak mampu mencegah kenaikan bahan pangan dan kebutuhan lainnya.[15]
Situasi ekonomi benar-benar mencekek leher rakyat dan menggenjret perut rakyat. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia secara spontan mengeluarkan pernyataan pada tanggal 6 Januari 1966 yang mendesak agar keputusan tentang kenaikan harga dan tarif ditinjau kembali. Pernyataan yang ditandatangani oleh ketua periodik M. Zamroni BA dan sekretaris Djoni Sunarya Hardjasumantri meminta perhatian Waperdam III dan Menteri yang menjadi konseptor kenaikan harga.


3.2 Gerakan 30 September 1965
Perbuatan makar G30 S PKI dimulai dengan menculik sejumlah petinggi dijajaran Tentara. Jendral tersebut mereka bunuh dengan keji kemudian mayat tersebut dimasukkan kedalam lubang Buaya. Para Jendral yang menjadi korban adalah Menteri Panglima Angkatan Darat/ Menpangad Jendral Ahmad Yani, Letnan Jendral Suprapto, Letnan Jendral M.T. Haryono, Letnan Jendral Soeprapto, Letnan Jendral S. Parman, Mayor Jendral D.I Panjaitan, Mayor Jendral Sutojo Siswomiharjo, Brigadir Jenderal Katamso. Setelah itu mereka mengumumkan terbentuknya Dewan Revolusi sebagai sumber segala kekuasaan negara dan kabinet Dwikora yang dipimpin Bung Karno dinyatakan demisioner.
Yang menarik, Dewan Revolusi yang akan membentuk pemerintahan jika kudeta berhasil hanya dipimpin oleh seorang Letnan Kolonel, yaitu Letnan Kolonel Oentoeng yang bertugas sebagai Komandan Kawal Kehormatan Resimen Tjakrabirawa.[16]Dalam susunan nama anggota dewan Revolusi tidak tercantum nama Aidit, Nyoto, dan Sudisman yang dicurigai sebagai otak dari Gerakan ini. Tampaknya Letkol Oentoeng ditunjuk memimpin Dewan Revolusi untuk mngelabui rakyat bahwa Gerakan Tiga Puluh September adalah upaya kawal kehormatan Resimen Tjakrabirawa untuk mnyelamatkan Bung Karno dari kudeta Dewan Jendral. Penunjukkan Oentoeng juga dimaksudkan untuk memberi kesan bahwa makar 30 september dalah urusan unternal Angkatan Darat.
Peristiwa G30 September adalah peristiwa bersejarah yang menjadi noda bangsa Indonesia. Kekejaman PKI yang membunuh para jendral tersebut menimbulkan kemarahan rakya diseluruh tanah air, dalam hal ini, peranan ABRI begitu menonjol dalam memberikan kesan buruk PKI dimata masyarakat. Kelompok santri atau organisasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan di berbagai tempat lainnya yang sebelumnya diteror dan terus menerus dipojokkan PKI merasa dapat membalas dendam. Karena itu, para anggota PKI dan kaum Komunis terpaksa menyelamatkan diri dengan berlindung di Komando Distrik  militer ( Kodim). Dalam kondisi seperti itu, pembunuhan yang terjadi terhadap anggota PKI dan para simpatisannya tampaknya sukar untuk dihindari. Teror yang dulu dilakukan oleh PKI terhadap lawan-lawannya, saat itu dibalas dengan teror yang lebih mencekam oleh lawan-lawan mereka, termasuk beberapa partai yang Non-komunis serta tentu saja ABRI.
Kata Ganyang yang pernah dipopulerkan Bung Karno ketika Bangsa Indonesia berkonfrontai dengan Malaysia dak Ketika “ Mengganyang Manikebu” (sebutan mengejek untuk manifestasi kebudayaan), dihidupkan kembali di masyarakat.

4.      PERANAN MAHASISWA DALAM AKSI TRITURA
Hari itu senin tanggal 10 januari 1966. Udara pagi sangat cerah. Malam sebelumnya ada pengumuman lewat organisasi masing-masing bahwa pagi itu ada apel di halaman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.[17] Pukul 08.00 pagi, mahasiswa itu lengkap dengan panji yang menyebut tanda organisasi dan kesatuan mereka mulai memenuhi lapangan Fakultas yang tidak begitu luas.
Pukul 09.00 pagi Firdaus telah memulai dengan aksinya menghangatkan para masa dengan yel-yelnya yang kemudian dilanjutkan dengan pidato salah yang memberikan sambutan adalah Komandan RPKAD Kol. Sarwo Edhie Wibowo (sekarang Brigjen).
Kemudian mereka pergi ke sekneg (Sekretariat Negara) untuk menyampaikan resolusi mereka. Dalam perjalanan ke Sekneg ini rakyat dipinggir jalan terheran –heran apa maksud para mahasiswa itu. Segera setelah mendengar teriakan “ Turunkan harga” maka mereka kemudian tersenyum ikut berteriak. Pengendara becak juga ikut berteriak setuju.
Di Sekneg para delegasi diterima oleh seorang pembantu Chairul Shaleh. Seorang perwira Brigdjen Pol. Setelah terjadi pembicaraan sebentar perwira itu dengan delegasi turun ke podium yang di tempatkan dipintu, yang kemudian ditolak oleh para mahasiswa dengan teriakan “Sorry Saja” kita mau menterinya. Menteri  tidak ada ditempat entah kemana perginya, kemudian ada berita bahwa Menteri Chairul  Saleh pergi ke Bogor.  Cosmas bertanya  “ Apakah Saudara sanggup menunggu” yang disambut oleh para mahasiswa sanggup.
Pada saat pembicaraan ini terjadi hujan gerimis sudah turun tidak lama kemudian berganti dengan hujan lebat. Anak-anak itu mulai menggigil kedinginan  dengan perut lapar. Dalam waktu menunggu ini mereka duduk di Djalan Veteran dan merembes ke Djalan Nusantara dan Harmoni. [18]Semua jalan menjadi macet. Pukul 15.00 Menteri belum juga muncul. Karena itu para mahasiswa yang beragama  Islam Sembahyang dhuhur ditengah jalan itu juga. Anak-anak yang beragama kristen solider dengan rekannya yang beragama Islam untuk tidak pulang makan sampai bertemu dengan Menteri.[19]
Usaha Membubarkan Demonstrasi Gagal. Kodam jaya mendengar aksi mogok ini dan kemudian mendatangkan tentara dengan tujuan  untuk membubarkan demonstrasi tersebut. Begitu tentara itu datang mereka disambut dengan teriakan “ Hidup ABRI”. Mereka saling merangkul dan ABRI yang mau membubarkan demonstrasi itu tidak bisa berb uat apa-apa selain tersenyum. Beberapa diantara anggota ABRI itu mereka gotong dan mereka dukung.
Usaha membubarkan demonstrasi itu gagal total. Kemudian datang pula panser dari kodam V jaya dengan tujuan yang sama. Begitu panser datang para mahasiswa kemudian duduk dijalanan. ada yang berbaring. Mobil-mobil yang diparkir dijalan nusantara mereka dorong ketengah jalan. Akibatnya panser itu tidak bisa maju. Komandan panser, letnan Siregar, disambut oleh para Mahasiswa dengan teriakan “ Horas”, lantas tersenyum. Itu sudah cukup untuk membuat persahabatn antara keduabelah pihak yang saling bertentangan. Begitu panser berhenti mereka naik keatas dan mengadakan foto-foto bersama diatas kendaraan lapis baja tersebut. Akhirnya panser setelah menunggu agak lama, pulang tanpa berhasil membubarkan para demonstran tersebut.
Chairul Shaleh datang pukul 04.30 Chairul Shaleh datang dan Cosmas Batubara dipanggil oleh AKBP Drs. Sudrajat disuruh menghadap menteri. Para delegasi diterima Chairul Shaleh diruang kerjanya. Ia bertanya apakah hal ini tidak dapat diselesaikan disini saja. (Ruang kerja) yang kemudian dijawab oleh Cosmas bahwa anak-anak juga perlu mendengar keterangan Menteri.[20] Pukul 17.15 Chairul Shaleh berdiri di podium dan mendengarkan resolusi itu dibacakan. Pada waktu itu Cosmas masih menyebut Menteri  Chairul Shaleh dengan sebutan “ yang mulia”. Kemudian mendapat ralat dari Ismed ( Anggota Birpen KAMI) dengan panggilan Bung. didepan massa itu chairul shaleh mengatakan bahwa soal ekonomi ini adalah tanggung jawab Bung Karno, karena Sukarnolah yang menandatangani kenaikan hargaitu. Jawaban tersebut tidak memuaskan para mahasiswa. Pada saat itu keluarlah ejekan menteri Goblok. Sebelum para demonstran pulang Cosmas masih berpidato menganjurkan mogok kuliah.
Yang mendapat sambutan hangat dari para Mahasiswa. Pada hari itu juga mereka menetapkan tarif Bus Rp. 200.- Uang lama, bukan Rp.1,- baru. Inilah permulaan dari lahirnya Aksi-aksi KAMI yang melahirkan Tritura. Bubarkan PKI, Ritul Kabinet Dwikora dan Turunkan Harga.[21]

5.      DAMPAK GERAKAN MAHASISWA TERHADAP KELANGSUNGAN REZIM SOEKARNO

5.1 Kejatuhan Soekarno Akibat Desakan Aksi Demonstrasi 1966
Sejatinya gerakan demonstrasi 1966 bukanlah sebuah aksi (movement) untuk menumbangkan Presiden Soekarno,tetapi lebih sebagai gerakan koreksi total terhadap penyelewengan yang dilakukan pemerintah saat itu.Utamanya adalah menentang peristiwa pemberontakan G-30-S yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).Mahasiswa sebagai kekuatan arus bawah turun membela UUD 1945 dan Pancasila. Aksi-aksi gerakan mahasiswa 1966 diformulasikan dalam bentuk slogan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu bubarkan PKI,turunkan harga karena kondisi perekonomian sangat merosot, dan bubarkan kabinet 100 menteri[22].
Kehancuran ekonomi ketika itu salah satunya karena pemerintah menerapkan politik sebagai panglima tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Akibatnya, antrean-antrean pembeli kebutuhan pokok menjadi pandangan sehari-hari. Semua yang waktu sekitar 1966 itu bangkit menentang Orde Lama," termasuk tukang becak, pemuda, mahasiswa, sarjana, ulama, wanita, pegawai negeri, dan ABRI. Indonesia pada awal 1966 itu memang Indonesia yang resah dan gelisah. Tiga bulan setelah pemberontakan G 30 S/PKI terjadi Presiden Soekarno masih menolak tuntutan membubarkan PKI. [23]
Sementara itu, situasi ekonomi mencekam: inflasi tak terkontrol, harga barang makin menggila. Demonstrasi pertama di Jakarta pada 1966 terjadi pada 8 Januari. Hari itu ribuan pemuda dan mahasiswa mengiringi delegasi Front Pemuda Pusat menuju gedung Sekretariat Negara memprotes kebijaksanaan ekonomi keuangan pemerintah. Tibalah kemudian hari itu, Senin IO Januari 1966. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Universitas Indonesia pagi itu membuka Pekan Ceramah dan Seminar Ekonomi Keuangan dan Moneter di Aula UI Salemba, Jakarta. Bersamaan dengan itu, KAMI Pusat menyelenggarakan rapat umum di halaman Fakultas Kedokteran UI, yang dihadiri beberapa ribu mahasiswa dan pemuda. Pembicara yang diundang antara lain komandan RPKAD (sekarang Kopasandha) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. "Dia kami undang karena pada waktu itu peranannya paling menonjol dalam mendukung gerakan mahasiswa," kata Cosmas Batubara, yang waktu itu menjadi salah satu ketua presidium KAMI Pusat.[24]
 Mengenakan pakaian seragam dan topi loreng, Sarwo Edhie begitu datang langsung disodori pernyataan Tritura (Tri-Tuntutan Rakyat). Isinya: Bubarkan PKI, Ritul (rombak) Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga. Menurut Sarwo Edhie, waktu itu ia ditanya mahasiswa "Setuju tidak, Pak?" Ia balik bertanya, "Kalian yakin?" Para mahasiswa serempak menjawab, "Yakin." "Kalau yakin, jalan!" kata Sarwo Edhie. Waktu itu, cerita Sarwo pekan lalu, ia termasuk salah satu perwira ABRI yang bisa "mengerti situasi".
"Hubungan RPKAD dengan mahasiswa waktu itu memang erat. Bila mau berdemonstrasi, para mahasiswa biasanya berkonsultasi dulu dengan pimpinan RPKAD. Beberapa anggota pasukan baret merah dengan pakaian sipil biasanya membaur di antara para demonstran. Selain dengan RPKAD, para mahasiswa Jakarta waktu itu juga punya "kontak" dengan Kostrad dan Kodam V/Jaya. "Tapi itu tidak berarti mahasiswa ditunggangi ABRI. Hubungan waktu itu berdasar kepentingan bersama.
 Syahdan, pada pagi 10 Januari 1966 itu, para demonstran mahasiswa itu pun bergerak setelah rapat umum usai menuju gedung Sekretariat Negara, di Jalan Veteran. Sepanjang jalan, yel-yel mereka membakar semangat: "Turunkan Harga Beras", "Singkirkan Menteri yang Tidak Becus", "Ganyang Menteri Goblok", "Ganyang Subandrio". Karena Waperdam III Chaerul Saleh yang dicari tidak ada, para demonstran duduk menunggu atau tidur-tiduran di jalan. Lalu lintas macet. Sebagian mahasiswa siang itu melakukan salat lohor di jalan dengan memakai alas koran. Sore harinya baru Chaerul Saleh muncul. Tritura dibacakan di depannya.[25]
Chaerul Saleh berjanji akan menyampaikan tuntutan itu kepada Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Setelah itu, massa mahasiswa bubar. Janji Chaerui Saleh mengecewakan mereka, tapi tampaknya ada hasil tambahan yang pada hari-hari kemudian mengubah corak gerakan mahasiswa dan pemuda: lahirnya kesadaran bahwa aksi massa mahasiswa bisa menguasai jalan, melumpuhkan lalu lintas, dan menggugah simpati masyarakat. Hari-hari berikutnya, Jakarta terus diguncang demonstrasi. Aksi mahasiswa semakin berani. Demonstrasi juga menyebar ke kota lain. Tuntutan mereka, Tritura, semakin lantang dikumandangkan.
Sasaran demonstrasi kemudian termasuk beberapa gedung milik RRC di Jakarta. Mogok kuliah dilancarkan. Posisi pemerintah makin tersudut. Bung Karno mengomandokan tersusunnya Barisan Soekarno. Bentrokan antara kelompok pro dan anti-pemerintah terjadi. Susunan kabinet baru, terutama masuknya beberapa tokoh kiri, mengecewakan mahasiswa. Hingga kemudian terjadilah peristiwa 24 Februari 1966 itu: mahasiswa Fakultas Kedokteran UI Arief Rahman Hakim tewas tertembak sewaktu berdemonstrasi di depan Istana. Ia menjadi martir. Gerakan mahasiswa mencapai titik balik, menjadi perjuangan melawan tirani.
Akhirnya, turun Surat Perintah 11 Maret [26]yang melimpahkan kekuasaan kepada Jendral Soeharto. Esok harinya, diselenggarakan pawai kemenangan di Jakarta. Orde Baru lahir. Siapa penyusun Tritura? Seingat Cosmas Batubara,[27] perumusan itu terjadi dalam suatu rapat pada 9 Januari 1966 malam di kantor pusat KAMI Pusat, Jalan Sam Ratulangi, Jakarta. Beberapa orang yang menurut ingatannya hadir dalam pertemuan itu adalah Zamroni, Savarmus Suardi, dan Ismid Hadad. Menurut Ismid Hadad, yang waktu itu memimpin Biro Penerangan KAMI Pusat, pada awal Januari 1966 itu beberapa kelompok mahasiswa mengadakan berbagai pertemuan guna membahas perkembangan dan membuat rencana Hasilnya adalah berbagai konsep untuk mengatasi masalah. "Ada sekitar 10 sampai 12 konsep," Ia bersama Savarinus Suardi, dan seorang yang tak diingatnya lagi, dltugasi merumuskan kembali konsep-konsep. Dari belasan konsep itu, ada tiga hal yang menonjol: tuntutan untuk menurunkan harga, pembubaran PKI, dan perombakan Kabinet Dwikora. [28]
Tiga hal itu akhirnya diberi nama Tri-Tuntutan Rakyat, disingkat Tritura, "agar Iebih komunikatif". Tapi Ismid menolak dianggap sebagai perumus konsep Tritura. "Kebetulan, saya waktu itu menjadi notulis rapat, jadi ditugasi merumuskan konsep yang sudah dibicarakan itu," katanya. Suatu sumber lain menilai, cerita yang kini banyak tersiar yang menyatakan Tritura konsep yang matang dan muncul dari pikiran yang memandang jauh ke depan menggelikan. "Tritura itu sebenarnya lahir secara kebetulan," ujar sumber yang pada 1966 merupakan salah satu tokoh mahasiswa yang menonjol. Tatkala utusan KAMI Jaya menemui kepala staf Kodam V/Jaya Kolonel Witono untuk meminta izin apel 10 Januari, mereka "ditegur" karena dianggap telah masuk perangkap PKI dan telah teralih perhatian mereka dari isu pokok: pembubaran PKI. Witono menasihati para mahasiswa agar tidak melupakan isu politik dalam tuntutan mereka.
Jadi, Tritura sebenarnya merupakan kompromi dari perhitungan politik AD  yang matang dengan keinginan mahasiswa yang ingin menurunkan harga,". Maka kemudian dirumuskanlah Tritura yang berisi tuntutan politis dan ekonomis. Bagaimanapun, proses terciptanya Tritura telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Dan sejarah pula yang nanti akan menentukan: apakah peringatan lahirnya Tritura memang bermakna atau sekadar usaha hura-hura menegakkan suatu mitos.
demonstrasi kemudian termasuk beberapa gedung milik RRC di Jakarta. Mogok kuliah dilancarkan.[29] Posisi pemerintah makin tersudut. Bung Karno mengomandokan tersusunnya Barisan Soekarno. Bentrokan antara kelompok pro dan anti-pemerintah terjadi. Susunan kabinet baru, terutama masuknya beberapa tokoh kiri, mengecewakan mahasiswa. Hingga kemudian terjadilah peristiwa 24 Februari 1966 itu: mahasiswa Fakultas Kedokteran UI Arief Rahman Hakim tewas tertembak sewaktu berdemonstrasi di depan Istana. Ia menjadi martir. [30]
Gerakan mahasiswa mencapai titik balik, menjadi perjuangan melawan tirani. Akhirnya, turun Surat Perintah 11 Maret yang melimpahkan kekuasaan kepada Jendral Soeharto. Esok harinya, diselenggarakan pawai kemenangan di Jakarta. Orde Baru lahir. Beberapa orang yang hadir dalam pertemuan itu adalah Zamroni, Savarmus Suardi, dan Ismid Hadad. Menurut Ismid Hadad, yang waktu itu memimpin Biro Penerangan KAMI Pusat, pada awal Januari 1966 itu beberapa kelompok mahasiswa mengadakan berbagai pertemuan guna membahas perkembangan dan membuat rencana. Hasilnya adalah berbagai konsep untuk mengatasi masalah. "Ada sekitar 10 sampai 12 konsep," tutur Ismid. Ia bersama Savarinus Suardi, dan seorang yang tak diingatnya lagi, dltugasi merumuskan kembali konsep-konsep. Dari belasan konsep itu, ada tiga hal yang menonjol: tuntutan untuk menurunkan harga, pembubaran PKI, dan perombakan Kabinet Dwikora. Tiga hal itu akhirnya diberi nama Tri-Tuntutan Rakyat, disingkat Tritura, "agar Iebih komunikatif".
Setelah Universitas Indonesia ditutup dan KAMI dibubarkan maka praktis kegiatan demonstrasi mahasiswa terganggu. Dalam keadaan demikian, Pemuda pelajar ikut turun lapangan di front terdepan menggantikan peranan mahasiswa yang untuk sementara berhenti berdemo akibat larangan tersebut. Massa Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia mulai bergerak secara intensif tanggal 1 maret 1966. Beberapa pemuka massa aksi dari KAMI membantu adik-adiknya dalam mengorganisir aksi jalan raya. Pelajar-pelajar SMP,SMA, dan Bahkan SD jumlahnya dua sampai tiga kali lipat kakak-kakaknya( mahasiswa).[31]
Mereka memberikan prioritas pengganyangan Menteri PDK yang baru Sumardjo. Massa yang dipimpin oleh Husni Thamrin diterima oleh pembantu menteri kolonel Drs. Setyadi yang menyanggupi  menyampaikan tuntutan kepada Menteri. Tuntutan KAPPI adalah retooling Sumardjo, pemecatan Sumardjo dari kedudukannya sebagai Menteri PDK.
Pepelrada Jaya mengumumkan prakarsa untuk membentuk persatuan Nasional Mahasiswa Indonesia atau N.U.S. Tingkat persiapan sebagai sebagai wadah penampung mahasiswa setelah dibubarkannya KAMI. Presiden Sukarno merestui pembentukan wadah baru tersebut. Rapat persiapan akan diadakan di Balai prajurit tanggal 7 Maret, engan mengundang semua dewan/senat perguruan tinggi di Jakarta serta semua ormas ekstra-Universiter. Tanggal 3 Maret Menteri PTIP ad interim, Dr. Leimena memutuskan untuk menghentikan semua kegiatan mahasiswa kegiatan kurikulum dan ekstra-kurikuler Universitas Indonesia. Benteng Perjuangan mahasiswa itu dinyatakan ditutup terhitung mulai tanggal 3 Maret. Setelah Keputusan KOGAM 041, maka keputusan Menteri PTIP No. 44 merupakan Usaha-usaha kalap dan nekad dari presiden Sukarno untuk menumpas habis gerakan generasi muda itu.
Pada tanggal 4 Maret Pelajar Ibukota menduduki aula Departemen PDK dijalan Merdeka Timur. Konfrontasi dijalan raya antara pasukan-pasukan dan pelajar tidak pernah selesai hanya dengan keputusan kepala batu. Membanjirnya arus pelajar tidak dapat dibendung dengan barikade hidup bersenjata lengkap siap tembak. Hari itu dihalaman Universitas Indonesia yang telah dikepung ketat oleh Angkatan Bersenjata dengan Panser-panser diresmikan terbentuknya Resimen Arief rahman hakim.
Komando Resimen yang terkenal adalah Fahmi Idris yang terkenal dengan “affair Basirun Nugroho” atau affair Mapram UI 1965. Gembong GMNI ASU, kolaborator CGMI, AKBP Drs. Basirun Nugroho sebagai wakil MMI. Waktu itu menggunakan forum Mapram untuk mendiskreditkan HMI. Fahmi idris pada waktu itu langsung menyeret Basirun Nugroho kepodium. [32]
Tanggal 5 Maret di Bogor, kompleks institut pertanian Bogor, mahasiswa-mahasiswa IPN memblokir kampus membatalkan rencana kunjungan menteri Ir. Surachman yang akan menandatangani Piagam kerjasama Departemen Pengairan Rakyat dengan Institut pengairan Bogor.
Front Pancasila meminta agar pembubaran KAMI ditinjau kembali. Rentetan kegiatan aksi tersebut . tidak dilakukan dalam suasana tenang. Jauh daripada itu, sebab kontrofersi kekuatan sedang disusun di Jakarta antara Intel Cakrabirawa, bandit-bandit kriminal anak buah Syafei, kuli-kuli kasar yang diperalat Buruh Marhaen ASU, massa  ASU Jawa Tengah dan Jawa Timur, Anak Buah Jaksa Aruan yang membentuk pasukan Badja atau Benteng Djakarta.
Mereka melakukan pelatihan rahasia untuk mempersiapkan diri terhadap kemungkinan “ The Battle Of The City”. Pangdam V/ Djaya mencium ketidakberesan  ini dan mengumumkan larangan latihan militer kecuali oleh Pepelrada. Menteri Sumardjo menginstruksikan Guru-guru supaya mengajar dan mendidik mereka tetap masuk sekolah tidak mengikuti massa aksi. Menteri Sumardjo juga merehabilitasi oknum-oknum berindikasi  Gestapu yang telah dipecat antara lainSupardo SH, Parengkuan,dll.
Tanggal 7 Maret Rapat Pembentukan PNMI yang kemudian akan merupakan Rapat pertama dan terakhir soal PNMI sebab setelah itu sejarah berjalan sangat cepat. Setelah aksi marathon, setelah berputar sebentar, maka sejarah melakukan sprint kedepan tanggal 12 Maret 1966 dengan Keluarnya SP 11 Maret. Tanggal 7 Maret itu presiden memimpin lagi sidang KOGAM yang nyata sudah disulap menjadi Komando Ganyang Mahasiswa. Dirapat itu Bung Karno mengulang ketidakpuasannya yang besar atas pelaksanaan keputusan pembubaran KAMI. [33]
Pepelrada diperintahkan untuk melaksanakan lebih hebat lagi. Tanggal 8 Maret Departemen Luar Negeri diserbu penuda pelajar mahasiswa . kantor berita RRT. Hsin Hua dibakar. Deparlu dikuasai dan diobrak abrik mulai jam 7 pagi sampai jam setengah dua siang. Pusat kekuasaan Waperdam Dr. Subandrio itu menjadi sasaran Mahasiswa-Pelajar yang sudah terlalu lama ditekan dan dibendung serta ditindas. Perabotan kantor dan peralatan gedung kantor Menlu itu diporak-porandakan memenuhi halaman Departemen. Ini disebabkan provokasi  gas air mata yang dilontarkan oleh pengawal-pengawal kantor, yang membangkitkan amarah anak-anak muda. Para pelajar kemudian meneruskan Aksi kejalan merdeka Timur. Disini Bentrokan hebat terjadi dengan Gerombolan ASU. Kawanan Marhaenis berseragam hitam baret merah itu berjumlah 5 truck, mereka juga menyerbu kedutaan besar Amerika Serikat dan membakar dua buah mobil CD-12.
Tuntutan pembuaran atau perombakan juga digelorakan dalam aksi TRITURA oleh para mahasiswa dan pemuda. Tuntutan pembubaran atau perombakan menteri-menteri Goblok yang tidak becus menangani permasalahan negara sehingga membuat Rakyat menderita. Konsekuensi logisnya pada jangka panjang ialah bahwa Tura ketiga ini masih akan tetap berlangsung terus dengan sasaran lain. [34]Sasaran Tura yang ketiga adalah suatu pemerintahan yang effisien, kompak dan efektif. Dalam menuju terbentuknya suatu kabinet yang berprestasi maksimal, tidak akan pernah dicapai kesempurnaan. Karena itu diperlukan suatu penyempurnaan aparat negara yang terus menerus. Suatu penyehatan aparatur negara yang terus menerus, suatu perombakan  struktur dan administrasi pemerintahan merupakan esensi umum Tura ketiga.
Pada masa pemerintahan Kabinet Dwikora maka terlihat adegan–adegan keterlambatan yang disengaja dari penyelesaian politik oleh soekarno, pemburukan ekonomi yang disengaja, dan gerakan berencana dalam mempertahankan struktur Nasakom dalam Kabinet 100 Menteri.b
Penyelesaian politik yang digelorakan tidak pernah terealisir. Dalam Pidato Nawaksara terlihat jelas penyelesaian politik tentang pemberontakan PKI dengan Gerakan 30 September yang membentuk dewan Revolusi dinilai oleh Soekarno sebagai upaya penyelamatan karir dan kepentingan politik pribadinya. Penyelesaian politik mengenai Gerakan 30 September buat soekarno adalah bagaimana menjamin sebaik-baiknya usaha mempertahankan kekuasaan pribadi setelah salah satu pendukungnya (PKI) dihancurkan oleh Angkatan Darat. Kolaborasi yang terlalu erat antara Soekarno dengan PKI tidak memungkinkan bagi PBR untuk menyelamatkan ide-idenya tentang Revolusi multi-kompleks yang berkepanjangan dan tersebar sepanjang sejarah kepemimpinannya mengenai revolusi yang tak berkesudahan.
Kolaborasi Soekarno dengan PKI begitu eratnya hingga apa yang terjadi pada PKI sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan Soekarno. [35]Konstruksi politik yang diletakkan memusat pada dirinya dengan usaha mengadakan keseimbangan antara PKI dengan Angkatan Bersenjata, menyebabkaan Soekarno kehilangan posisi strategisnya ketika PKI dihancurkan. Sehingga tampak jelas bahwa “Political Solution” yang dinanti-nantikan tidak pernah ada dan memang tidak terpikir sama sekali oleh Soekarno.
Sebelum kenaikan harga yang merupakan rangsangan jitu terhadap reaksi spontanitas generasi muda Indonesia maka selama 60 hari rakyat sudah menantikan dengan harap-harap cemas suatu clearance dari PBR yang masih ditakuti dan disegani. Pemimpin Besar Revolusi masih diberi kesempatan oleh situasi dan kondisi, oleh kesabaran dan toleransi masyarakat untuk memberikan vonis politis kepada PKI. PBR justru tidak menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya melainkan malah menyia-nyiakan kesempatan dan mengumbar amarah dengan memaki pihak yang menumpas PKI.[36]
Political Solution rupanya digunakan sebagai”Black mail “ dalam tawar menawar politik oleh Soekarno. Dengan berkeyakinan bahwa wibawanya masih begitu besar  untuk ditantang secara terbuka oleh publik. Soekarno mengantongi kartu terakhir yaitu kartu politik G 30 S , untuk mengulur waktu sambil memikirkan jalan keluar maka dia mencoba mengalihkan perhatian dengan Issue Front nasional, Isu pembubaran partai dan organisasi mahasiwa, pembongkaran KOTI dsb.
Celakanya bagi PBR, tindakan moneter yang diumumkan tanggal 13 desember benar-benar merupakan langkah paling sial bagi Rezim Kabinet Dwikora. Dengan dikeluarkannya Penpres 27 mengenai sannering,  pembubaran PKI hanya merupakan sepertiga bagian dari tuntutan rakyat, dan pasti tidak akan sanggup membendung atau menghentikan aksi menuntut perombakan kabinet serta penurunan harga. Kartu penyelesaian politik yang dipegang soekarno merosot nilainya karena kebijakan penyelesaian masalah yang diambil terlalu riskan. [37]Karena itu Soekarno merubah rencananya dengan melakukan manipulasi politik sebagai upaya terakhir  menyelamatkan tahta kepemimpinannya. Hal ini ditandai dengan Reshuffle Kabinet Dwikora tanggal 21 Februari. Namun sekali lagi, ketidak percayaan rakyat yang semakin besar terhadap para menteri kabinet Soekarno sehingga Reshuffle tersebut tidak merubah posisi Soekarno yang terjepit. Pada akhirnya, Pemimpin Besar Revolusi (PBR) akan kehilangan seluruh atribut dan posisinya
5.2  Faktor Kejatuhan Soekarno di Luar Aksi Tritura

Didalam autobiografi presiden Sukarno diceritakan bagaimana proses saling jatuh cintanya orang yang kemudian menjadi presiden Republik Indonesia dengan isteri pak Sanusi, yakni Ibu Inggit Ganarsih. Cerita rahasia yang diungkapkan secara terang-terangan oleh pelakunya sendiri itu telah dikutip oleh L.E. Hakim dalam karangannya diharian kompas 17 Februari, yang Berjudul “ Presiden Soekarno, satu prototype manusia yang interesant.”
“Proses itu bermula dengan saling memperhatikan dan berakhir dengan perkawinan dengan lebih dahulu melalui perzinahan dan perceraian...” Aku semakin mendekat dan mendekat dan pada suatu malam datanglah puncaknya”. Padahal ia masih menjadi isteri Pak Sanusi dan Saya masih Suami Utari.[38]
Proses diatas dapat pula kiranya dijadikan gambaran tentang Jatuhnya presiden Soekarno didalam Rangkulan PKI. Melalui Nasakomnya ia melakukan perjinahan dengan PKI, dalam hal ini ialah mengkhianati niali-nilai pancasila.
Pada awalnya, Soekarno menganggap bahwa Historis materialisme sebagai metode yang paling kompeten dalam menganalisa sejarah, menganalisa perkembangan masyarakat. Soekarno beranggapan bahwa Beliau dapat mengkombinasikannya dengan ajaran kepercayaan terhadap Tuhan yang maha Esa, serta pengabdiannya yang murni terhadap tanah air dan bangsanya.( Nasakom)[39]. Tapi Beliau lupa bahwa kepercayaan kepada historis matersialisme, yang melahirkan konsepsi Nasakom itu akhirnya akan memporak-porandakan kepercayaannya kepada Tuhan yang Maha Esa dan Nasionalisme Pancasilaisnya, sebagaimana hubungannya dengan Ibu Inggit Ganarsih pun memutuskan perkawinannya dengan Utari, dan Hubungannya dengan Hartini kemudian menjurangkan pertaliannya dengan Ibu Fatmawati.[40]
Historis Materialisme merupakan satu kesatuan dengan dialektika materialisme  dalam Filsafat Ilmu Karl Marx, yang kemudian dikongkritkan pelaksanaannya oleh Lenin. Dari Sumber ideologi  inilah partai komunis menggariskan tujuan dan cita-cita politiknya. Dalam dialektika materialisme diajarkan bahwa segala  sesuatu yang ada ini tidaklah bersumber dai Sumber segala ada, Yakni Tuhan. Melainkan hasil perkembangan dialektis dari sesuatu yang materiil atau jasmaniah sifatnya.
Dialektis maksudnya perkembangan menuju ketaraf yang lebih tinggi dengan melalui pertentangan. Dalam rangka perkembangan dialektis materialisme ini akhirnya nanti terwujudlah manusia. Menurut istilah mereka”kerjalah yang menciptakan manusia” ( Labour Created Man ), dan bukan Tuhan. Karena dalam perkembangan materi itu , akhirnya terwujudlah makhluk yang sedikit demi sedikit dapat melepasakan tangannya dari keharusan menjaga badannya. Sehingga tangannya ini digunakan untuk bekerja.dan kegiatan yang bernama kerja ini dapat merubah susunan otak dan syaraf-syarafnya. Dialektika materialisme tidak mengenal adanya Tuhan. Jadi jelas bahwa Konsep serta ideologi partai komunis bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia, yang mengakui adanya kekuasaan Tuhan. Moh. Hatta sebagai teman seperjuangan Soekarno sendiri pernah mengutuk Ide Nasakom tersebut.[41]
Kesalahan Bung karno adalah tidak mau belajar dari sejarah. Beliau tahu sendrii. Bahwa PKI Muso hendak merebut kekuasaan. Dia Sendiri sudah mengutuknya.[42]Apa Dia membedakan PKI Muso dengan PKI Aidit ? aneh kalau demikian karena seharusnya Dia mengetahui dari tulisan-tulisan dan omongan tokoh-tokoh PKI Aidit, bahwa mereka menganggap dirinya sebagai penerus Muso. Bukankah jalan baru Republik Indonesia yang diberikan oleh Muso sebagai haluan pedoma perjuangan partai tetap dijadikan sebagai pegangan oleh PKI Aidit dan selalu ditonjol-tonjolkan dalam tulisan-tulisannya, misalnya dalam pelajaran dari sejarah PKI?.
Tentu presiden juga pernah tau dan mebaca buku-buku Aidit, yang membela mati-matian pemberontakan madiun , yakni “Menggugat eristiwa Madiun” Buku Putih” dan “ Konfrontasi perang Madiun dan Peristiwa Sumatra “Kalau Dia tidak melihat dan mengetahui  adanya benang merah yang menghubungkan antara PKI Aidit dan PKI Muso. Dan jika Dia tahu lalu mengapa Dia tetap gigih merangkul PKI ? Ada dua Kemungkinan. Yang pertama Percaya akan kerjasama PKI. Tetapi kemudian termakan oleh partai itu sedangkan untuk kemungkinan yang kedua Dia Sudah menjadi satu dengan mereka . namun untuk kemungkinan yang kedua ini adalah yang keliru.
Karena bagaimanapun orang seperti soekarno yang dari masa pemuda hingga tuanya memperjuangkan Kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, serta Orang yang memiliki budi dan kepribadian luhur dn diimbangi dengan pngethuan yang lebih dari rakyat Indonesia ada umumnya, hal ini sangat mustahil bila Soekarno menggabungkan dirinya dengan PKI Aidit. Sehingga  yang benar adalah bahwa Soekarno ingin mengimbangi kekuatan ABRI yang pada waktu itu begitu berpengaruh agar tidak mengancam kekusaan serta legitimasi Soekarno sebagai satu-satunya penguasa besar Revolusi Indonesia. [43]
Dengan demikian dapat dikatakan  bahwa paling tidak menurut anggapan presiden Soekarno sendiri bahwa di bukan seorang komunis[44] dalam artian anggota PKI  Dia masih membedakan dirinya dengan mereka yang menjadi penganut Marxisme- Leninisme. Mengingat hal ini maka kemungkinan kedua diatas dapat di kesampingkan. Oleh karena itu maka mari kita menganalisa kemungkinan yang pertama. Tidak ada kiranya orang yang menyangsikan bahwa seorang Soekarno pada zaman pergerakan Nasional sangat gigih perjuangannya sebagai seorang nasionalis.  Banyak pula pada waktu itu kesulitan-kesulitan yang dideritanya. Ia pun beberapa kali berusaha menyatukan keretakan didalam tubuh pergerakan nasional. Dalam semua usahanya itu Dia merasa dirinya sebagai orang yang kuat, yang pasti mampu untuk menyatukan semua kekuatan yang bagaimanapun saling memiliki pertentangan yang sangat tinggi.[45]
Apabila soekarno mengingat kegagalannya pada tahun-tahun tiga puluhgan dalam usahanya itu pasti Soekarno akan lebih berhati-hati dan lebih mau mendengarkan pendapat dari orang-orang lain dalam membina kesatuan bangsa ini. Namun soekarno tetap terlalu besar memilii kepercayaan atas dirinya sendiri. Inilah salah satu kelemahan dari Soekarno. Karena terlalu percaya pada kebenaran atas pendapatnya sendiri itu maka pada akhirnya Beliau terjerumus. Dia mengira dapat memanfaatkan PKI namun ternyata beliau alah termakan oleh PKI sehingga menjerumuskan ideologi bangsanya.[46]
Soekarno dibebaskan dari rumah penjara Sukamiskin pada tanggal 31 Desember 1931. Ketika itu ia dihadapkan langsung dengan adanya “Partindo” dan “Pendidikan Nasional Indonesia” (PNI). Ir. Soekarno mengatakan didalam “kisah pribadinya” bahwa dia berusaha untuk menjatuhkan kedua gerakan itu. Maka ditemui juga olehnya Drs. Moh. Hatta, yang menokohi “Pendidikan Nasional Indonesia” .
Menurut cerita presiden Soekarno sendiri (autobiografi edisi Inggris hl. 117-118), Hatta ketika itu a.l mengatakan: “konsep saja lebih didasarkan atas pendidikan juga praktis sifatnya daripada atas magnetisme pribadi seorang pemimpin. Dengan demikian, apabila para pemimpin-pemimpin tertinggi kita disingkirkan, partai masih tetap dapat berjalan dengan orang-orang dari lapisan anggota, yang mngerti sungguh-sungguh untuk apa mereka berjuang. Dan untuk selanjutnya mereka melangsungkan tujuan ini kepada generasi berikutnya,sehingga dengan demikian kita akan mendapatkan banyak orang yang bersimpati kepada kita. Tapi sekarang ini, tanpa pribadi Soekarno, tidak ada partai. Partai bubar samasekali, karena para anggota tidak mempunyai kepercayaan kepada partai itu sendiri. Mereka justru hanya percaya kepada Soekarno.”
Memang, Presiden Soekarno sejak dulu selalu menekankan pada massa-aksi (lihat, Dibawah Bendera Revolusi), yang digerakkan oleh seorang pemimpin yang “magnetis”. Ia menganggap dirinya pemimpin semacam itu. Kalau kata teliti buku “kisah pribadinya” maka jelas sekali betapa ia merasa mutlak dibutuhkan sebagai pemimpin tertinggi. Mengingat hal itu, maka badan-badan yang dibuat semasa jayanyapun dibuat sedemikian rupa susunannyasehingga semua tergantung dari dirinya. Inilah pula dasar alasan dan motif pokoknya ia sealu mengemukakan diri sebagai Pemimpin Besar Revolusi. Ia berdiri diatas segala-galanya. Karena negara Indonesia sedang gegap gempitanya arus revolusi,maka dengan sendirinya semua harus mengikuti apa yang dikatakan dan apa yang diperintahkan oleh PBR”.
Disinilah salahnya,bahwa ia menganggap negara seperti partai saja dijaman pergerakan nasional dulu. Dan disinilah pula salahnya,bahwa ia merasa tetap mampu untuk mengatur segala-galanya dalam kehidupan negara. Itu semua berpangkal pada pendiriannya, bahwa “Soekarno adalah onmisbaar”. Dia tidak tahu,bahwa pendiriannya inilah pula yang menjadikan pangkal keruntuhannya. Ia lupa bahwa pada jaman pergerakan nasionalpun ia tidak mampu mengarahkan segala-galanya menurut kehendaknya sendiri.
Karena ia merasa onmisbaar-onmisbaar disegala bidang, maka ia akhirnya ingin menguasai segala-galanya. Dalam “Kompasiana” pernah dikupas bagaimana campur tangan dibidang yang sebenarnya ia sendiri kurang menguasai, yakni bidang ekonomi. Sampai-sampai pesan banbridgstone ia turut campur tangan.Berhubungan erat dengan anggapan bahwa dirinya “onmisbaar” (mutlak dim perlukan) adalah anggapan dirinya “infallibilis” (tidak dapat salah). Itulah makanya semua yang dikatakan dan dituliskan harus diindoktrinasikan. Siapa yang menetangnya,dianggap konta-revolusi.[47]
Karena ia tetap bercokol pada kedua anggapan itu (sadar atau tidak sadar) maka akhirnya orang (rakyatnya) terpaksa membeberkan semua kesalahan-kesalahan, yang semua justru ditutup-tutupi karena masih ingin menolong dia. Atau dalam bahasa jawa ingin “ngeman” dia. Sehingga jatuhnya ia sekarang sungguh parah.

6.      BERAKHIRNYA KEKUASAAN REZIM SOEKARNO
Karena terus didesak oleh Mahasiswa dan Rakyat serta untuk segera memberikan pertanggung jawaban tentang kemerosotan akhlak, Kenaikan harga, dan gerakan 30 september yang oleh rakyat dikarenakan PKI, maka presiden soekarno pun memberikan jawaban melalui Pidatonya yang terakhir, pada Bulan Ramadhan, Pidato tersebut dinamakan Pidato Nawaksara.
Pidato Nawaksara merupakan dokumen sejarah yang menarik. Pidato yang diucapkan Sukarno di depan Sidang Umum MPRS ke-IV ini menandai titik balik era Demokrasi Terpimpin. [48]Era Demokrasi Terpimpin dimulai ketika terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Demokrasi ala Sukarno yang memunculkan kesimpulan kepala pemerintahan memiliki kekuasaan tak berhingga. Dan komando politik Indonesia berada di telunjuk Sukarno. Era ini mencuatkan kekuatan baru dalam kancah politik yakni Partai Komunis Indonesia (PKI). Kekuatan politik seperti Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumis sudah diberangus terlebih dahulu. Di sisi lain, TNI-AD hadir sebagai pengimbang PKI. Dengan demikian, era Demokrasi Terpimpin menyebabkan kekuasaan terpusat pada tiga sumber utama: Sukarno, PKI, dan TNI-AD
Pidato ini ialah pertanggung jawaban Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia. Pidato ini disampaikan untuk menjawab permintaan MPRS yang meminta penjelasan tentang peristiwa 30 September, dan kemerosotan ekonomi. Menjawab permintaan majelis rakyat, Soekarno mengurai tiga keterangan pokok yang berkaitan dengan peristiwa G-30 S: (a) keblingeran pimpinan PKI, (b) subversi neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim), dan (c) adanya oknum-oknum yang “tidak benar”. Sukarno menuding kekuatan kontra-revolusi dari dalam negeri dan kekuatan nekolim bersatu padu berupaya menggulingkannya dengan Gerakan 30 September. Nawaksara ini pula menjadi langkah awal peralihan kekuasaan dari Sukarno ke Suharto. Pimpinan MPRS (diketuai AH Nasution, dan wakil ketua Osa Maliki, HM Subchan ZE, M Siregar, dan Mashudi) lewat keputusan nomor 5/MPRS/1996 tertanggal 5 Juli 1966 meminta Panglima Besar Revolusi untuk melengkapi pidato tersebut.[49]
Sukarno membalasnya dengan Pelengkap Nawaksara yang disampaikan tertulis pada 10 Januari 1967. Isinya antara lain: (a) G.30.S ada satu complete overrompeling; (b) Sukarno sudah mengutuk Gestok (Gerakan Satu Oktober). Yaitu ketika berpidato pada perayaan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1966, dan dalam pidato 5 Oktober 1966. Pada kesempatan 17 Agustus 1966, Sukarno berkata “sudah terang Gestok kita kutuk. Dan saya, saya mengutuknya pula; Dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa yang bersalah harus dihukum! Untuk itu kubangunkan MAHMILLUB"; (c) pada malam peringatan Isro dan Mi'radj di Istana Negara, Pengemban Supersemar mengatakan, “saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas Gerakan 30 September yang didalangi PKI, berkesimpulan, bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah "Gestok". [50]
Pertentangan antara kubu Sukarno dan kubu MPRS yang dikomandoi AH Nasution semakin terang ketika Pimpinan MPRS, 16 Februari 1967, mengeluarkan Keputusan No. 13/B/1967 tentang Tanggapan Terhadap Pelengkapan Pidato Nawaksara, yang isinya: MENOLAK PELENGKAPAN PIDATO NAWAKSARA. Alasan penolakan Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara oleh MPRS karena tidak memenuhi harapan anggota-anggota MPRS dan bangsa pada umumnya. Dalam dua pertanggung jawaban tersebut tidak dijelaskan terperinci kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi G30S/ PKI, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak. Tanggapan ini benar-benar mengecewakan Sukarno. Padahal, pemangku Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata ini berpikir sudah memberikan jawaban yang jujur, memenuhi harapan dari apa yang ditanyakan, serta sesuai persyaratan yuridis. [51]
Empat hari kemudian, demi kesatuan bangsa dan mencegah konflik horisontal antar pendukung, Presiden Soekarno memberikan pengumuman, yang isinya antara lain: KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/MANDATARIS MPRS/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, Setelah menyadari bahwa konflik politik yang terjadi dewasa ini perlu segera diakhiri demi keselamatan Rakyat, Bangsa dan Negara, maka dengan ini mengumumkan: Pertama: Kami, Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa Undang-undang Dasar 1945. Kedua: Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden, setiap waktu dirasa perlu. Ketiga: Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia, para Pemimpin Masyarakat, segenap Aparatur Pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjaga dan menegakkan revolusi dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 seperti tersebut diatas. Keempat: Menyampaikan dengan penuh rasa tanggung-jawab pengumuman ini kepada Rakyat dan MPRS. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi Rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila."
Pengumuman ini ditandatangani Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI. [52]
Tak mau menunggu lama, MPRS dalam sidang istimewa pada awal Maret 1967 mengeluarkan salah satu ketetapan penting, yakni TAP MPR No. XXXIII/MPRS/1967), yang berkesimpulan mencabut kekuasaan Sukarno, dan sekaligus mengangkat Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret, Jenderal Suharto sebagai Pejabat Presiden hingga pemilihan umum dilaksanakan. Semenjak itu, pengaruh Sukarno dan pendukungnya diperlemah secara bertahap. Dan berakhirlah kekuasaan Soekarno yang kemudian digantikan oleh Pengemban S.P 11 Maret, Djendral Soeharto.













[1] Cosmas Batubara. 2007. Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara
[2] Kepanjangan dari UUD 1945, Sosialisme ala Indonesia,Demokrasi pemimpin, Ekonomi ala Indonesia, Kepribadian Indonesia
[3] Ketiganya merupakan tokoh dari pemberontakan PKI di Madiun 1948, namun pada waktu itu PKI tidak dibubarkan sehingga mereka kembali menghidupkan PKI tahun 1951 setelah Aidit berhasil mengambil politburo dari generasi tua. Lihat ricklefs hlm :501.
[4] Setahun Telah Lewat : 10 Djanuari Dalam Kenangan. Selasa. 10 Januari 1967. Kompas. Hlm : 3
[5]Op.cit
[6] Soe Hok Gie. 2005. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta : LP3ES

[7] Aly, Rum. 2007. Sistem Politik 1965. Jakarta : Kata Hasta Pustaka
[8] Menengok Sebentar Rangkaian Peristiwa Indonesia di Tahun Silam ( II ). Selasa, 3 Djanuari 1967. Kompas. Hlm : 3
[9] Lihat pula di bawah bendera revolusi
[10] Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Gramedia
[11] Maddaremeng. 1995.  Peran Mahasiswa di Persimpangan Jalan. Jakarta : Dunia Kampus Universitas Indonesia. ( Jurnal Ilmiah )

[12] Wibisono, Cristianto. 1970. Aksi Tritura : Kisah Sebuah Partnership, 10 Djanuari-11 Maret 1966. Jakarta : Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sedjarah Angkatan Bersenjata
[13] Mulai 13 Desember 1965 Berlaku Mata Uang Rupiah Baru di Seluruh Indonesia. 26 Desember 1965. Mingguan Pagi. Hlm : 14-15.

[14] Pos dan Telekomunikasi
[15] Mengenang 10 Januari 1966, Lahirnya Dwi Dharma/ Tjatur Karya hakekatnya adalah di djalanan. Senin, 9 Januari 1967. Kompas No. 160 Tahun ke II. Hlm : 1

[16] Sudah Selesaikah Revolusi Kita. Rabu, 4 Januari 1967. Berita Yudha. Kolom 8 dan 9. Hlm : 3

[17] Keterangan Ketua Presidium  Front Pemuda Pusat. 4 Maret 1966. Antara. Hlm : 15

[18] Peringatan setahun Lahirnya Tritura. Rabu, 11 Djanuari 1967. Kompas No. 162 Tahun ke II. Hlm : 1
[19] Sebagai Angkatan ’66 dan RPKAD - AMPERA, KAMI harus dapat mendjebol kematjetan Angkatan’45. 15 April 1966. Berita Yudha. Hlm : 1

[20] Pawai Kekompakan Angkatan 66 ; Menghadapi Benteng Orde Lama, Pimpinan Soekarno. Senin, 30 Januari 1967. Kompas. Hlm : 1
[21] Stop Peminjaman/ Pemutaran Uang Negara. 15 April 1966. Berita Yudha. Hlm : 1
[22] Kabinet 100 menteri disebut pula dengan kabinet Dwikora yang disempurnakan. Merupakan upaya perombakan kabinet terakhir yang dapat dilakukan Soekarno untuk mempertahankan kekuasaannya.
[23] Perguruan Tinggi Benteng Orde Baru. Djakarta, 10 Pebruari : Kompas. Hlm :11
[24] Cosmas Batubara. 2007. Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.

[25] Lihat Soe Hok Gie: Catatan seorang Demonstran
[26] Presiden Soekarno Menyerahkan Kekuasaan Pemerintahan Kepada Djendral Soeharto. Kamis 23 Februari 1967. Kompas. Hlm : 1
[27] Dalam Cosmas Batubara, sebuah otobiografi politik
[28] Kabinet Dwikora Lebih Disempurnakan. Berita Yudha. Tahun ke XVII No.39. Hlm : 1

[29] Universitas Indonesia ditutup sementara dalam harian kompas
[30] Pawai Kekompakan Angkatan 66 ; Menghadapi Benteng Orde Lama, Pimpinan Soekarno. Senin, 30 Januari 1967. Kompas. Hlm : 1
[31] KAPPI Dukung Instruksi Pepelrada Jaya. 5 April 1966. Antara. Hlm : 1

[32] ibid
[33]Berita Indonesia Tentang Pertanggung Jawaban Presiden. Djakarta, 6 Djanuari 1966. Kompas. No. 159 Tahun Ke-II. Hlm : 1

[34] 10 Djanuari Hari Kebangkitan Generasi Muda. 6 Januari 1967. Kompas. Hlm : 11
[35] Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Gramedia

[36] Maddaremeng. 1995.  Peran Mahasiswa di Persimpangan Jalan. Jakarta : Dunia Kampus Universitas Indonesia. ( Jurnal Ilmiah )
[37] Wibisono, Cristianto. 1970. Aksi Tritura : Kisah Sebuah Partnership, 10 Djanuari-11 Maret 1966. Jakarta : Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sedjarah Angkatan Bersenjata.

[38] Isteri pertama Soekarno yang merupakan anak dari H.O.S Cokroaminoto, guru politik Soekarno pada waktu muda.
[39] Nasionalis, agama, komunis.
[40] Fatmawati memilih untuk meninggalkan Soekarno dan keluar dari Istana presiden karena menolak Soekarno menikah kembali untuk yang ketiga kalinya dengan Hartini, Janda lima anak yang kemudian dinikahinya secara sah dan menggantikan posisi Fatmawati sebagai Ibu Negara.
[41] Moh. Hatta mengatakan bahwa “hanya orang gila yang memiliki cita-cita untuk mempersatukan ideologi mereka yang mempercayai Tuhan dengan mereka yang tidak bertuhan( atheis ). Sebab itu tidak miungkin”
[42] Dalam Sarinah Bab IV dan juga pada Pidato presiden 17 Agustus 1949. Bahwa Presiden Mengutuk keras peristiwa PKI Madiun 1948.
[43] Aly, Rum. 2007. Sistem Politik 1965. Jakarta : Kata Hasta Pustaka
[44] Dalam pidato ia menegaskan, yang dimaksudkan dengan Kom bukanlah Komunisme dalam pengertian sempit, melainkan Marxisme atau lebih tepat "Sosialisme". Meski demikian Soekarno bersaksi "saya bukan komunis".
[45] Cosmas Batubara. 2007. Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.

[46] Mengapa presiden jatuh wibawanya dalam kompas, senin 10 februari 1967
[47] Mengapa Bung Karno Jatuh Wibawanya ( VII ).Senin, 20 Pebruari 1967. Kompas
[48] ibid

[49] Cosmas Batubara. 2007. Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.
[50] PP Lesbumi dan KAGI Tentang Pelengkap Nawaksara. Sabtu, 21 Januari 1967. Kompas.

[51] Pernyataan ABRI dan Pelengkap Nawaksara. 21 Desember 1966. Kompas.
[52] ibid

Comments

Popular posts from this blog

GEGER TENGGER : PERUBAHAN SOSIAL DAN PERKELAHIAN POLITIK

Highlight "The Textuality of Archive" by Andrew Prescott

Melacak Jejak Kisah-Kisah Sejarah dalam Al-Qur’an