PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DARI
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DARI ANCAMAN
DISINTEGRASI
Tindakan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan menegakkan
kemerdekaan bukan hanya melalui kekerasan senjata melainkan juga ditempuh
dengan jalan damai yaitu melalui perundingan-perundingan atau melalui jalur
diplomasi. Beberapa perundingan yang pernah dilakukan oleh pemerintah dengan
Belanda selama masa perang kemerdekaan (1945-1949) diantaranya adalah Perundingan
Linggar Jati / perjanjian linggarjati .
1. Perundingan Linggarjati
Perundingan
Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai
status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947. Perjanjian
linggarjati atau Perundingan Linggar Jati adalah
Diplomasi Sejarah Indonesia Nasional Antara Republik Indonesia dengan Belanda,
dimana Perjanjian linggar jati adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara
Sutan Sahmi dari pihak Indonesia dengan Dr.H.J. Van Mook dari
pihak pemerintah Belanda. Kesepakatan linggar jati yang berlangsung selama 4
(empat) hari disepakati di sebuah desa linggar jati di daerah Kabupaten
Kuningan.
Hasil perundingan
tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok pada perundingan linggar jati
adalah :
1. Belanda mengakui
secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.
2. Belanda harus
meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1946.
3. Pihak Belanda dan
Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat atau RIS.
4. Dalam bentuk RIS
indonesia harus tergabung dalam Commonwealth / Uni Indonesia Belanda dengan
mahkota negeri Belanda debagai kepala uni.
Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggarjati,
Negara Indonesia mengalami kekalahan selangkah dari Belanda, karena wilayahnya
semakin sedikit. Perundingan ini/Perjanjian ini berawal dari hambatan yang
dihadapi bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan adalah dari tentara Jepang
yang masih ada di Indonesia. Meskipun Jepang telah menyerah sama sekutu. Tetapi
mereka dalam jumlah yang cukup besar masih belum kembali ke negerinya.
Perundingan ini diadakan di Linggar Jati sebelah selatan Cirebon
10 November 1946 dipimpin oleh Lord
Killearn dan ,menghasilkan suatu persetujuan. Naskah hasil perundingan
diumumkan dan farap oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 Nov 1946. Setelah
naskah diparaf timbul berbagai macam tanggapan masyarakat Indonesia yang
mendukung dan menentang terhadap naskah itu sehingga akhirnya naskah itu baru
ditandatangani 25 Maret 1947.
Meskipun persetujuan Linggar Jati telah ditandatangani namun
hubungan Indonesia Belanda tidak bertanbah baik, karena adanya perbedaan
penafsiran terhadap beberapa persetujuan dan Pihak Belanda selalu
berusaha untuk melanggar persetujuan itu.
2.
Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947)
Selepas perjanjian Linggarjati ditandatangani pada tanggal
25 Maret 1947, terjadi perbedaan yang mendasar antara pihak Indonesia dengan
pihak Belanda terutama menyangkut permasalahan politik luar negeri dan
aset-aset perekonomian Belanda.
Perdana Menteri Sjahrir mengintepretasikan bahwa Indonesia
berhak menjalankan politik luar negerinya secara mandiri sedangkan pihak
Belanda tidak membenarkannya. Dan masalah pengambil-alihan perkebunan-perkebunan
Belanda di Jawa dan Sumatera yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak Indonesia
untuk kegiatan perekonomian, terutama pada kegiatan ekspor dan impor, merupakan
suatu hal yang wajar karena di tanah Indonesia merdekalah perkebunan-perkebunan
tersebut tumbuh. Namun secara umum Sjahrir menerima isi dari perjanjian
Linggarjati tersebut yang menyebabkan di kemudian hari Partai Sosialis menarik
dukungannya kepada Sjahrir. Tanpa dukungan Partai Sosialis, ia kemudian
mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Karena tidak mencapai titik temu, pada tanggal 27 Mei 1947
Belanda mengajukan nota yang bersifat ultimatif ( yang artinya nota ini sengaja
dibuat agar pihak Indonesia tidak dapat menerima usulan Belanda). Pada intinya
untuk membentuk pemerintahan dan pasukan bersama atau “gendarmarie”. Baik Perdana
Menteri Sjahrir maupun penggantinya yaitu Amir Sjarifudin menolak rencana
Belanda tersebut.
Tanggal 15 Juli 1947, Belanda kembali mengirimkan nota
serupa dan pihak Indonesia harus menjawabnya dalam waktu 32 jam. Dua hari
kemudian pada tanggal 17 Juli 1947, Perdana Menteri Amir Sjarifudin menjawab
nota Belanda melalui Radio Republik Indonesia (RRI). Tetapi van Mook menyatakan
bahwa jawaban Pemerintah Republik Indonesia tidak memuaskan. Maka pada tanggal 20
Juli 1947, Pemerintah Belanda memberi kuasa kepada van Mook untuk mengambil
tindakan “seperlunya” terhadap Republik Indonesia.
Dengan kekuatan sekitar 125.000 orang, Belanda menyerbu ke
wilayah Indonesia. Pasukan mereka terdiri dari 110.000 KL (Koninklijke Leger),
12.000 KM (Koninklijke Marinier) dan sisanya adalah anggota KNIL (Koninklijk
Nederlandsche Indische Leger). Mereka terdiri dari 3 kelompok pasukan (19
batalyon) :
(a) OVW
(Oorlogsvrij Willigers), dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi A dan B
(b) EM (Expeditionnaire Macht), dibagi menjadi tiga divisi yaitu : C, D dan E.
(c) ZIB (Zelfstandige Infantarie Brigades), yang dipecah menjadi tiga brigade : F, G dan H
(b) EM (Expeditionnaire Macht), dibagi menjadi tiga divisi yaitu : C, D dan E.
(c) ZIB (Zelfstandige Infantarie Brigades), yang dipecah menjadi tiga brigade : F, G dan H
Komando tertinggi Belanda pada agresi ini adalah Letnan
Jenderal Simon H. Spoor. Pihak Belanda tidak menganggap
serangannya ke wilayah republik khususnya Jawa dan Sumatera adalah agresi
militer tetapi sebatas aksi polisionil pada sasaran-sasaran yang sifatnya
ekonomis, sehingga mereka menamakan operasinya sebagai Operasi “Produk”.
Berikut beberapa nama pimpinan
Divisi dan Brigade dari pihak Belanda :
(a) Penguasaan DKI Jakarta, oleh
Divisi E di bawah pimpinan Mayor Jenderal M. Durst Britt.
(b) Bandung dikuasai oleh Divisi B
di bawah pimpinan Mayor Jenderal “Siem” de Waal. Divisi ini dipecah menjadi dua
brigade yaitu brigade V pimpinan Kolonel Jan Meijer dan Brigade W pimpinan
Letnan Kolonel van Gulik. Brigade V dan W kemudian meneruskan operasinya menuju
Jawa Tengah melalui jalan yang berbeda (Brigade V melewati Sumedang dan Brigade
W melewati Subang) dan mereka bertemu di Cirebon.
(c) Semarang sendiri dibawah
pengawasan Brigade T (Tijger = Harimau) pimpinan Kolonel J. van Langen.
(d) Divisi A di bawah pimpinan Mayor
Jenderal M.R. De Bruyne dari marinir bertugas merebut Jawa Timur. Unsur angkatan
darat dari divisi ini diisi oleh Brigade X pimpinan Letnan Kolonel van der
Meulen.
(e) Di Sumatera mereka dipecah
menjadi tiga brigade. Brigade Z dibawah pimpinan Kolonel Piet Scholten di
Medan, brigade U dibawah pimpinan Letnan Kolonel J.W. Sluyter di Padang dan
brigade Y dibawah pimpinan Letnan Kolonel Mollinger bertugas di Palembang.
Pihak Republik Indonesia pun tidak tinggal diam menghadapi
pasukan Belanda ini. Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Kepala Staf Jenderal
Oerip Soemohardjo sebagai pimpinan Tentara Nasional Indonesia (istilah TNI
resmi semenjak 5 Mei 1947) mempersiapkan dan mempertahankan kubu-kubu di
sekitar kantong-kantong yang diduduki Belanda secara bergerilya. Berikut
beberapa nama pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertugas
mempertahankan wilayahnya masing :
(a)
Jawa Barat dipercayakan kepada Divisi I Siliwangi pimpinan Mayor Jenderal A.H.
Nasution
(b)
Jawa Tengah sebagai jantung Pulau Jawa dipertahankan oleh tiga Divisi yaitu :
Divisi II Gunung Djati pimpinan Mayor Jenderal Gatot Subroto yang meliputi
daerah Cirebon, Tegal dan Banyumas, Divisi III Diponegoro dibawah pimpinan
Mayor Jenderal R. Susalit yang meliputi daerah Pekalongan, Kedu, Yogyakarta,
Pemalang dan Kendal serta Divisi IV Panembahan Senopati yang dipimpin oleh
Mayor Jenderal Sutarto yang bertugas mengawal daerah Semarang, Solo dan
Pacitan.
(c)
Dan di Jawa Timur dikawal oleh 3 divisi pula. Divisi V Ronggolawe dibawah Mayor
Jenderal Djatikusumo yang bertugas di Pati, Bojonegoro dan Madiun, Divisi VI
Narotama di bawah pimpinan Mayor Jenderal Sungkono yang bertugas mengawal
daerah Kediri dan sekitarnya serta Divisi VII Suropati yang bertugas menjaga
daerah Malang dan sekitarnya.
(d)
Di Pulau Sumatera terdapat Divisi VIII Garuda yang mengawal daerah Palembang
yang dipimpin oleh Kolonel Mauludin Simbolon, Divisi IX Banteng mempertahankan
daerah Sumatera Tengah yang dipimpin oleh Kolonel Ismail Lengah dan Divisi X
Gajah yang menjaga daerah Sumatera Utara dipimpin oleh Kolonel Hopman Sitompul.
Pasukan Belanda yang paling jauh menempuh daerah operasi dan
paling cepat pergerakannya adalah dari Brigade V pimpinan Kolonel Jan Meier.
Bermula dari Bandung (21 Juli) kemudian menuju Cicalangka, Sumedang, Tomo,
Cirebon (25 Juli), Tegal, Slawi, Bumiayu kemudian berputar arah menuju Tuwel,
Gunung Slamet, Bobotsari, Purbalingga (31 Juli), Sukaraja, lalu Brigade V
dibagi 2, sebagian menuju kota pelabuhan Cilacap dan sebagian lagi menuju
Yogyakarta sebagai target utama. Pergerakan Brigade V terhenti di Gombong pada
tanggal 4 Agustus 1947, dan masih 130 km lagi dari kota Jogjakarta. Atas
aksinya itu Kolonel Jan Meier mendapatkan penghargaan tertinggi militer
Belanda.
Meski kalah dalam persenjataan, semangat juang Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan laskar-laskar rakyat tidaklah padam, walau dengan
menggunakan taktik gerilya dan perang semesta semangat “merdeka atau mati”
tertanam erat seluruh lapisan tentara maupun masyarakat. Nasution sendiri
memerintahkan untuk menghindari bentrokan besar-besaran dengan tentara Belanda
yang dari segi teknis lebih unggul. Dia memerintahkan kesatuan untuk mundur ke
“daerah-daerah kantong”, sehingga mereka dapat menerapkan perang gerilya. Dan
di aksi militer Belanda inilah persahabatan antara tentara dan masyarakat
terjalin sangat erat dan dekat.
Seiringan dengan agresi Belanda itu, pemerintah Indonesia
pun berjuang melalui jalur diplomatik. Mantan Perdana Menteri Bung Sjahrir
berhasil lolos dari sergapan Belanda menuju Singapura pada tanggal 22 Juli 1947
dengan menggunakan pesawat “Biju Patnaik”, milik seorang temannya yang berasal
dari Bengali. Keesokan harinya ia menuju New Delhi India untuk bertemu dengan
Nehru mencari dukungan. Sjahrir terus melakukan pendekatan kepada Nehru. Pada tanggal 30 Juli 1947, Nehru
dengan dengan resmi meminta supaya aksi militer Belanda dimasukan ke dalam
agenda Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB bersidang dan
menerima mosi bahwa Belanda dan Republik Indonesia diperingatkan untuk
menghentikan tembak-menembak. Sidang cabinet Belanda berkumpul pada tanggal 4
Agustus 1947 di rumah Menteri Seberang Lautan, Jonkman (karena sedang menderita
penyakit ‘erysipelas’), dengan mempertimbangankan bahwa sasaran yang diinginkan
terutama perkebunan-perkebunan telah tercapai dan “sikap berniat baik” Belanda
pada saat ini lebih penting daripada memenangkan wilayah di Jawa dan Sumatera.
Hari itu juga melalui telepon diperintahkan kepada Gubernur Jenderal van Mook
untuk menghentikan agresi militer.
3. Perjanjian
Renville
Atas usulan KTN (Komisi 3 Negara) pada tanggal 8 Desember
1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan Belanada di atas kapal
renville yang sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas perdana
menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji
Agus Salim, Narsun dan Ir. Juanda.
Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr.
Van Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara dan Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda hampir
semua berasala dari bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian
Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya.
Setelah selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17
Januari 1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai yang disebut Perjanjian
Renville. Pokok-pokok isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut :
- Belanda
tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia
diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
- Republik
Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda
dalam uni Indonesia-Belanda.
- Republik
Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
- Sebelum
RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada
pemerintahan federal sementara.
- Pasukan
republik Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah
Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang
Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang
diduduki Belanda.
Perjanjian Renville ditandatangani kedua belah pihak pada
tanggal 17 Januari 1948. kerugian yang diderita Indonesia dengan
penandatanganan perjanjian Renville adalah sebagai berikut :
- Indonesia
terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa
peralihan.
- Indonesia
kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa
harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
- Pihak
republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah
kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic
Indonesia.
Penandatanganan naskah perjanjian Renville menimbulkan
akibat buruk bagi pemerinthan republik Indonesia, antra lain sebagai berikut:
- Wilayah
Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh daerah-daerah
kekuasaan belanda.
- Timbulnya
reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republic Indonesia yang
mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual
negara kepada Belanda.
- Perekonomian
Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda
- Indonesia
terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari
daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia
yang berdekatan.
- Dalam
usaha memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia, Belanda membentuk
negara-negara boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara
Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut. Negara boneka tersebut tergabung
dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
4.
Agresi
Militer Belanda II
Agresi
Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang
diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.
Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Tanggal
18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio dari Jakarta menyebutkan, bahwa
besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato
yang penting.
Sementara
itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan
TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera
untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan
"Operasi Kraai." Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara
Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan
menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville.
Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk
serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi
Militer Belanda II telah dimulai.
Penyerangan
terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang
Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan
tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertempuran
merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo
telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128
tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Segera
setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya,
Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio
tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
Presiden dan Wakil Presiden memutuskan untuk tetap
tinggal di Ibukota, meskipun mereka akan ditawan oleh musuh. Alasanya,supatya
mereka mudah ditemui oleh KTN dari kegiatan diplomasi dapat berjalan terus.Sesuai
dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh
Dewan Siasat, yaitu
basis pemerintahan sipil akan
dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presidenmembuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran
yang sedang berada di Bukittinggi. Selain itu, untuk menjaga
kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di
Sumatera, juga dibuat suratuntuk Duta Besar
RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L.N. Palar danMenteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang
sedang berada
di New Delhi.
Tentara Belanda berhasil
memasuki istana keprisidenanan dan para pejabat tinggi negara ditawan,semuanya ada 150 orang. Pagi harinya tanggal 22
Desember 1948, Presiden Soekarno,Haji
agus salim dan Sutan Syahrir diasingkan ke Berastagi, kemudian
dipindahkan kePrapat di tepi danau Toba, Sumatera Utara. Moh.hatta,
Moh Roem, Mr. A.GPringgodigdo, Mr.Assaat dan
Komandor S. Suyadayrman diasingkan ke
Muntok di Pulau Bangka.
Pada Bulan Januari akhir, Presiden Sukarno dan Haji Agus
Salim dipindahkan ke Muntok sehingga
berkumpul dengan Moh. Hatta dan kawan-kawan.Untuk
menghindari serangan Belanda dan agar selalu tetap bersama-sama denganTNI,
Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya dengan berpindah- pindah
tempat. TNI melakukan serangan umum terhadap kota Yogyakarta pada tanggal 1Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
suharto, Komado Brigade 10 DaerahWehrkereise III yang membawahi daerah
Yogyakarta.
Serangan umum pada tanggal 1Maret dilakukan serentak dari berbagai jurusan kota sehingga
tentara Belanda sangat terkejut dan tidak
mampu menguasi keadaan. Mulai pukul 06.00 WIB hingga 12.00 WIB,TNI berhasil menguasai Yogyakarta. TNI walaupun
hanya enam jam menduduki kotaYogyakarta, seranganya mempunyai arti yang
sangat penting yaitu:
•Meningkatkan
moral rakyat dan TNI yang sedang berjuang
•Mematahkan
moral pasukan Belanda
•Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai
kekuatanuntuk menyerang dan menunjukan
bahwa Indonesia masih ada atas eksis.
5.
Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara pemerintahan Republik
Indonesia periode 22 Desember 1948 - 13 Juli 1949, dipimpin oleh Syafruddin
Prawiranegara yang disebut juga dengan Kabinet Darurat. Sesaat sebelum pemimpin
Indonesia saat itu, Sukarno dan Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19
Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada
Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara.
Tidak
lama setelah ibukota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer
Belanda II, Belanda berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar. Karena
para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan
ditahan. Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Yogya dan
menangkap para pimpinan RI, pada 19 Desember sore hari, Mr. Syafruddin
Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera,
mengunjungi Mr. Teuku Moh. Hasan, Gubernur Sumatera/ Ketua Komisaris Pemerintah
Pusat di kediamannya, untuk mengadakan perundingan. Malam itu juga mereka
meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban, perkebunan teh 15 Km di selatan kota
Payakumbuh. Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatera Barat
dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat.
Rapat
tersebut antara lain dihadiri oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M.
Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir.
Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim,
Rusli Rahim dan Mr. Latif. Walaupun secara resmi kawat Presiden
Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang
telah disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Sesungguhnya, sebelum Soekarno
dan Hatta menyerah, mereka sempat mengetik dua buah kawat. Pertama, memberi mandat
kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk
pemerintahan darurat di Sumatra.
Kedua,
jika ikhtiar Sjafruddin gagal, maka mandat diberikan kepada Mr. A.A.Maramis
untuk mendirikan pemerintah dalam pengasingan di New Delhi, India. Tetapi
Sjafruddin sendiri tidak pernah menerima kawat itu. Berbulan-bulan kemudian
barulah ia mengetahui tentang adanya mandat tersebut.
Pada
22 Desember 1948, Kabinet Darurat PDRI berhasil dibentuk.Di Koto Tinggi,
stasiun radio dan telegram milik PDRI berhasil mengontak stasiun radio di Pulau
Jawa. Kawat balasan pertama dari Jawa dikirim oleh Kepala Staf Umum Angkatan
Perang Republik Indonesia, Kolonel Simatupang, pada 19 Januari 1949. Telegram
berikutnya berasal dari Wakil Panglima, Kolonel Abdul Haris Nasution. Mereka
semua mengaku keberadaan PDRI dan siap bekerja sama.Setelah berkoordinasi
dengan para pemimpin di Jawa, maka pada tanggal 31 Maret 1949, Sjafruddin menyempurnakan
susunan kabinetnya. Sementara di Jawa, pada 16 Mei 1949, dibentuk Komisariat
PDRI yang dikoordinir oleh Mr. Susanto Tirtoprojo.
Susunan Kabinet PDRI :
1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara: Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan
2. Mr. Soesanto Tirtoprodjo: Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri Pembangunan dan Pemuda
3. Mr. AA. Maramis: Menteri Luar Negeri (berkedudukan di New Delhi, India)
4. dr. Soekirman: Menteri Dalam Negeri merangkap Menteri Kesehatan
5. Mr. Loekman Hakiem: Menteri Keuangan
6. Mr. IJ. Kasimo: Menteri Kemakmuran dan Pengawas Makanan Rakyat
7. KH. Masjkoer: Menteri Agama
8. Mr. T. Moh. Hasan: Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
9. Ir. Indratjahja: Menteri Perhubungan
10. Ir. Mananti Sitompoel: Menteri Pekerjaan Umum
11. Mr. St. Moh. Rasjid: Menteri Perburuhan dan Sosial
Bidang Militer
1. Jenderal Soedirman: Panglima Besar Angkatan Perang RI
2. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion: Panglima Tentara dan Teritorium Jawa
3. Kolonel R. Hidayat Martaatmadja: Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera
4. Kolonel Nazir: Kepala Staf Angkatan Laut
5. Komodor Udara Hoebertoes Soejono: Kepala Staf Angkatan Udara
6. Komisaris Besar Polisi Oemar Said: Kepala Kepoisian Negara
Gerilya
1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara: Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan
2. Mr. Soesanto Tirtoprodjo: Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri Pembangunan dan Pemuda
3. Mr. AA. Maramis: Menteri Luar Negeri (berkedudukan di New Delhi, India)
4. dr. Soekirman: Menteri Dalam Negeri merangkap Menteri Kesehatan
5. Mr. Loekman Hakiem: Menteri Keuangan
6. Mr. IJ. Kasimo: Menteri Kemakmuran dan Pengawas Makanan Rakyat
7. KH. Masjkoer: Menteri Agama
8. Mr. T. Moh. Hasan: Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
9. Ir. Indratjahja: Menteri Perhubungan
10. Ir. Mananti Sitompoel: Menteri Pekerjaan Umum
11. Mr. St. Moh. Rasjid: Menteri Perburuhan dan Sosial
Bidang Militer
1. Jenderal Soedirman: Panglima Besar Angkatan Perang RI
2. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion: Panglima Tentara dan Teritorium Jawa
3. Kolonel R. Hidayat Martaatmadja: Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera
4. Kolonel Nazir: Kepala Staf Angkatan Laut
5. Komodor Udara Hoebertoes Soejono: Kepala Staf Angkatan Udara
6. Komisaris Besar Polisi Oemar Said: Kepala Kepoisian Negara
Gerilya
Beberapa
bulan sebelum perundingan Roem-Royen ditandatangani, Sjafruddin Prawiranegara
terus menggelorakan perang gerilya dari hutan ke hutan. Pemerintahan dijalankan
secara “bergerak” sehingga tentara Belanda sulit menjangkaunya.Pada 22 Desember
1948, PDRI bergerak ke Halaban menuju Muaro Mahat, terus ke Bangkinang, Riau.
6.
Negara-Negara
Boneka Bentukan Belanda (BFO)
Berbagai macam cara dilakukan Belanda untuk menguasai
Indonesia kembali diantaranya pembentukan Negara-negara boneka. Pihak Belanda
membentuk pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya.
Dalam Konferensi Federal di Bandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan
Permusyawaratan Federal (BFO: Bijeenkomst voor Federal Overleg) didalam
BFO terhimpun Negara-negara boneka ciptaan Belanda:
NEGARA
|
TAHUN BERDIRI
|
WILAYAH
|
WALI NEGARA
|
Negara
Indonesia Timur
|
Desember
1946
|
Sebelah
timur selat Makassar dan Selat Bali
|
Cokorda
Gde Raka Sukarwati
|
Negara
Sumatera Timur
|
Disetujui:
25 Des 1945
Diresmikan:
16 Peb 1947
|
Medan
dan sekitarnya
|
Dr.
Mansyur
|
Negara
Sumatera Selatan
|
30
Agustus 1948
|
Palembang
dan sekitarnya
|
Abdul
Malik
|
Negara
Jawa Timur
|
26
Nopember 1948
|
Surabaya,
Malang, dan daerah-daerah sebelah timur sampai Banyuangi
|
RT.
Kusumonegoro
|
Negara
Pasundan
|
26
Pebruari 1948
|
Priangan,
Jawa barat dan sekitarnya
|
RAA.
Wiranatakusumah
|
Negara
Madura
|
16
januari 1948
|
Pulau
Madura dan sekitarnya
|
Cakraningrat
|
Daerah-daerah
Otonom:
- Kalimantan Barat
|
Oktober
1946
|
Kalimantan
barat
|
Sultan
hamid II
|
- Dayak Besar
|
Desember
1946
|
Kalimantan
Tengah
|
|
- Banjar
|
Januari
1948
|
Banjar
dan sekitarnya
|
|
- Kalimantan Tenggara
|
Maret
1947
|
Pulau
Laut, Pagetan, cantung dan Sampangan
|
|
- Jawa tengah
|
Maret
1949
|
Banyumas.
Pekalongan dan Semarang
|
|
- Bangka, Belitung dan Riau
|
Januari
1947
|
Kepri
dan Babel
|
7. Perjanjian Roem Royen
Tepat pada
pukul 17.00 tanggal 7 Mei 1949 telah tercapai suatu persetujuan antara
pemerintah Indonesia dengan Belanda yang disebut “Persetujuan Roem-Royen”.
Persetujuan Roem-Royen merupakan salah satu peristiwa penting dari serangkaian
perundingan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menuju pengakuan
kedaulatan dalam Konferensi Meja Bundar pada tanggal 27 Desember 1949.
Persetujuan
Roem-Royen diawali dengan perundingan RI-Belanda pada tanggal 17 April 1949
atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia. Perundingan diadakan di Hotel Des
Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran. Delegasi Indonesia diketuai oleh Mr.
Moh. Roem dan Mr. Ali Sastroamidjojo sebagai wakil ketua. Anggota-anggotanya,
yaitu dr. Leimena, Ir. Djuanda, Prof. Dr. Mr. Supomo, Mr. Latuharhary, dan
disertai oleh lima orang penasihat.
Adapun Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van
Royen dengan anggota-anggota: Mr. N.S. Blom, Mr. A. Jacob, Dr. J.J. van der
Velde, dan empat orang penasihat. Delegasi RI dalam pidatonya menuntut agar
perundingan ini lebih dahulu menyetujui pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta
setelah itu baru akan dibahas mengenai soal-soal lainnya. Pihak Belanda
bersedia mendahulukan perundingan mengenai syarat-syarat untuk kemungkinan
kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta, namun tiap kewajiban yang mengikat yang
mungkin timbul dalam perundingan harus ditunda hingga dicapainya kesepakatan
tentang penghentian perang gerilya dan perjanjian pelaksanaan KMB.
Kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian
masing-masing sehingga perundingan berjalan amat lambat. Pihak RI sebenarnya
bukanlah menuntut pengembalian Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
dari pengasingan ke Yogyakarta, tetapi menuntut pengembalian pemerintah RI
disertai dengan pengakuan kedaulatan atas wilayah tertentu dari pihak Belanda.
Hal ini dilakukan karena pihak Belanda terus-menerus menggerogoti wilayah RI
yang diakui secara de facto dalam Persetujuan Linggajati dengan mendirikan
negara-negara boneka di wilayah yang dikuasainya.
Untuk
menghindari kebuntuan dalam perundingan, pihak RI melakukan langkah lain. Wakil
Presiden Moh. Hatta pada tanggal 24 April 1949 datang ke Jakarta untuk
melakukan perundingan informal dan langsung dengan pihak Belanda disaksikan
oleh Merle Cochran. Keesokan harinya perundingan itu dimulai. Hatta menyatakan
bahwa perundingan itu untuk membantu memberikan penjelasan kepada delegasi
Belanda mengenai tuntutan RI. Perundingan lanjutan pun dilakukan sebanyak dua
kali, tanggal 28 April dan 4-5 Mei 1949.
Pemerintah Belanda akhirnya dapat menyetujui
pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta, dengan syarat penghentian perang
gerilya. Namun, Belanda hanya mengakui wilayah RI seluas lima mil persegi. Hal
itu menimbulkan keberatan pihak RI karena wilayah seluas lima mil persegi
adalah sangat berbahaya bagi keamanan. Pihak RI menuntut daerah seluas
Yogyakarta termasuk lapangan terbang Maguwo dan batas selatan Samudra
Indonesia. Namun tuntutan RI itu ditolak Belanda.
Kesepakatan
akhirnya dicapai pada tanggal 7 Mei 1949. Ketua Delegasi Indonesia Mr. Moh.
Roem atas nama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta menyatakan
kesanggupan untuk memudahkan : Pengeluaran perintah kepada “pengikut RI yang
bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya, Kerja sama dalam hal
pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan, Turut serta dalam
KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang
sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak
bersyarat.
Ketua Delegasi
Belanda Dr. van Royen selanjutnya membacakan pernyataan yang antara
lain berisi :
1. Delegasi
Belanda menyetujui pembentukan satu panitia bersama di bawah pengawasan Komisi
PBB dengan tujuan untuk : mengadakan penyelidikan dan persiapan yang perlu
sebelum kembalinya pemerintah RI,
2. mempelajari dan memberikan nasihat tentang
tindakan yang diambil dalam melaksanakan penghentian perang gerilya dan kerja
sama mengembalikan perdamaian serta menjaga keamanan dan ketertiban.
3. Pemerintah
Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan
sepatutnya dalam satu daerah meliputi Keresidenan Yogyakarta. Pemerintah
Belanda membebaskan tidak bersyarat pemimpin-pemimpin Indonesia dan tahanan
politik yang tertangkap sejak tanggal 19 Desember 1948.
4. Pemerintah
Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS).
Konferensi Meja Bundar di Den Haag akan dilaksanakan secepatnya setelah
pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta. Pada konferensi tersebut diadakan
pembicaraan tentang bagaimana cara-cara mempercepat penyerahan kedaulatan yang
sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat (NIS).
8. Konferensi Inter Indonesia (KII)
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang
berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau
negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya
pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk
kembali berkuasa di Indonesia.
Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah
setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia.
Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik
Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam
terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi
dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan
lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI.
Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri
Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan
BFO.
BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan
dari strategi van Mook mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang
dimulai sejak 1946. Beberapa negara federal yang tergabung dalam BFO masih
menyisakan jejak-jejak van Mook.
Tetapi tidak berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van
Mook atau Belanda. Bahkan dalam beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan
sudut pandang. BFO yang lahir di Bandung bergerak dalam kerangka negara
Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berbentuk negara federal. BFO ingin agar
badan federasi inilah yang kelak juga menaungi RI di bawah payung Republik Indonesia
Serikat.
Ini berbeda titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap
BFO bisa menjadi pintu masuk untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya
Republik Indonesia. Kegagalan mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi
salah satu penyebab mundurnya van Mook sebagai orang yang ditunjuk oleh
pemerintah Belanda guna mengusahakan kembalinya tatanan kolonial. Alasan itu
menjadi penyebab Wakil Tinggi Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga mengundurkan
diri dari jabatannya.
BFO ikut pula memainkan peran penting dalam membebaskan para
petinggi RI yang ditangkap Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO
mengambil sikap yang tak diduga oleh Belanda tersebut menyusul Agresi Militer
II yang diangap melecehkan kedaulatan sebuah bangsa di tanah airnya. Agresi
Militer II tak cuma melahirkan simpati dunia internasional, melainkan juga
simpati negara-negara federal yang sebelumnya memisahkan dari RI.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis
perencanaan membangun dan membentuk RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga
digunakan sebagai konsolidasi internal menjelang digelarnya Konferensi Meja
Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949. Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan
menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan semata karena ketiadaan pilihan lain
yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI menganggap BFO tidak lagi
sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook. Soekarno menyebut konferensi
ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak
didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama
mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi
Inter-Indonesia adalah:
- Negara
Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
- RIS
akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada Presiden,
- RIS
akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun
dari kerajaan Belanda,
- Angkatan
perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah
Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
- Pembentukkan
angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI
dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus
yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga
bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding
dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO
dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah
Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di
KMB.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
1.
Latar belakang pengembalian Irian Barat
Apakah
Irian Barat termasuk wilayah Indonesia ?
Jawabannya
adalah ya!
Karena
apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan perjanjian
international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven (pakar hukum
adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia Belanda.
Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda
dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda.
Apabila
ditinjau dari segi antropologi, bahwa bangsa Indonesia yang asli adalah
Homo Wajakensis dan Homo Soloensis yang mempunyai ciri-ciri: kulit hitam,
rambut keriting (ras austromelanesoid) yang merupakan ciri ciri suku
bangsa Aborigin (Australia) dan ras negroid (Papua).
Apabila
ditinjau dari segi sejarah , bahwa Konferensi Meja Bundar yang dilakukan
untuk mengatur penyerahan kedaulatan Indonesia diwarnai dengan usaha licik
Belanda yang ingin terus mempertahankan Irian Barat (New Guinea) dengan alasan
kesukuan. Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian Barat akan ditentukan
dalam masa satu tahun setelah penyerahan kedaulatan melalui perundingan antara
RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perjuangan diplomasi
pendekatan diplomasi
a.
Perundingan Bilateral Indonesia Belanda
Pada
tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda -
Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya
wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil
kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den
Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak
menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Pertemuan
Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954,
namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat
kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
b.
Melalui Forum PBB
Setelah
perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954
mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam
forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat
dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3
suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia
secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum
X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957.
Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara
yang diperlukan.
c.
Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal
melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional
dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika
yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan
Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh
kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.
Namun
suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik
dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
3.
Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan
pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral,
Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain
pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya
Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara
bertahap.
a.
Pembatalan Uni Indonesia Belanda
Setelah
menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui forum
PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI,
pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda
Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni
Belanda Indonesia secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan
bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung
oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik,
yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap / sempurna selama Indonesia
masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
Pada
tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia Belanda,
berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No.
13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya hubungan Indonesia
Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh,
berdasarkan hukum internasional. Sementara itu hubungan
antara kedua negara semakin memburuk, karena :
1.
terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia (APRA,
Andi Azis, RMS)
2.
Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
b. Pembentukan Pemerintahan
Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku Utara)
Sesuai
dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian Barat
dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17
Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki
Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.
c.
Pemogokan Total Buruh Indonesia
Sepuluh
tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal
18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah
air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total
oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada
tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan
bagi beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda.
Kemudian KLM dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
d.
Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda
Pada
tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia
diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan
modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan
secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan
Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh
pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut
oleh pemerintah kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.
e. Pemutusan Hubungan Diplomatik
Hubungan
diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika
pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam
pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat
Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan
RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkan pemutusan hubungan
diplomatik dengan Belanda.
Tindakan
ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki
penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan,
menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman
ke Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga
memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.
Karena
itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan
segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.
4.
Tri Komando Rakyat
a. Tri
Komando Rakyat
Dalam
pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September 1960,
Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan
perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan
toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak
memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Tindakan
konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu
memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda
membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda
mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua,
Belanda mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.
Terdesak
oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI
tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan
”Rencana Luns”.
menanggapi
rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di
Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun
alun utara Yogyakarta, yang isinya :
1.
Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
2.
Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia
3.
Bersiap melaksanakan mobilisasi umum
b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai
langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando operasi,
yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Sebagai panglima
komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan menjadi
Mayor Jenderal.
Panglima
Komando : Mayjend. Soeharto
Wakil
Panglima I : Kolonel Laut Subono
Wakil
Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena
Kepala
Staf Gabungan : Kolonel Ahmad Tahir
Komando
Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :
1.
merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan
Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia
2.
mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan perkembangan
perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah
daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam
upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi dengan
membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :
1.
Fase infiltrasi
Dimulai
pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan memasukkan
10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.
2.
Fase Eksploitasi
Dimulai
pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan mengadakan
serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan
musuh yang penting.
3.
Fase Konsolidasi
Dilaksanakan
pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di
seluruh Irian Barat.
Sebelum
Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam Motor Boat
Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun kedatangan
pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut Arafura.
Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil
ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan Tutul
Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)
Sementara itu Presiden
Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy merasa risau
dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan
Uni Soviet ( PM. Nikita Kruschev ) kepada perjuangan RI untuk mengembalikan
Irian Barat dari tangan Belanda, menimbulkan terjadinya ketegangan politik
dunia, terutama pada pihak Sekutu (NATO) pimpinan Amerika Serikat yang semula
sangat mendukung Belanda sebagai anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah
terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka akan sangat membahayakan
posisi Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah
Pasifik Barat Daya. Apabila pecah perang Indonesia dengan Belanda maka Amerika
akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika Serikat sebagai sekutu Belanda
akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan jatuh dalam
pengaruh Uni Soviet.
Untuk
itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan diplomatnya
yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada Indonesia –
Belanda.
Sesuai
dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan
penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal
Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :
”Belanda
harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui PBB
dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”
Usulan
ini menimbulkan reaksi :
1.
Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek
2.
Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua
Merdeka
c.
Operasi Jaya Wijaya
Pelaksanaan
Operasi
1.
Maret - Agustus 1962 dilancarkan operasi pendaratan melalui laut dan udara
2.
Rencana serangan terbuka untuk merebut Irian Barat sebagai suatu operasi
penentuan, yang diberi nama Operasi Jaya wijaya”. Pelaksanaan operasi adalah
sebagai berikut :
a. Angkatan
Laut Mandala dipimpin oleh Kolonel Soedomo membentuk tugas amphibi 17, terdiri
dari 7 gugus tugas
b.
Angkatan Udara Mandala membentuk enam kesatuan tempur baru.
Sementara
itu sebelum operasi Jayawijaya dilaksanakan, diadakan perundingan di Markas Besar
PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menghasilkan suatu resolusi penghentian
tembak menembak pada tanggal 18 Agustus 1962.
5.
Persetujuan New York [ New York Agreement
]
Setelah
operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian
Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main
untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda
bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York
/ New York Agreement.
Isi
Pokok persetujuan :
1.
Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima
serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah
putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2.
Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping bendera
PBB.
3.
Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai
tanggal 1 Mei 1963
4.
Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima
penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
5.
Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat
di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
Sesuai
dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah
terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di
Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan
berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke
26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua )
6.
Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai
salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New
York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian
Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat
Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat
akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka
diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah
Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian
dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik
Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan
dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure
Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan
menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan
Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat
penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
1.
bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi
bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain,
karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat
merupakan bagian dari wilayah RI
2.
upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan tindakan
sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat. Terbukti
hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.
Ancaman Disintegrasi dalam Negeri
PEMBERONTAKAN PKI MADIUN TAHUN 1948
A. Latar
Belakang
1. Terbentuknya FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin
2. Kedatangan Musso dari Uni Soviet yang membawa paham Komunis
3. Adanya kerja sama antara Musso dan Amir Syarifuddin untuk membentuk negara Komunis
B. Waktu Kejadian : 18 Desember 1948
C. Tempat Kejadian : Madiun, Jawa Timur
D. Tujuan :
1. Mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia yang berhaluan Komunis
2. Menghancurkan dan menggulingkan kebinet Hatta
E. Tokoh Kejadian :
1. Musso (Tokoh utama dan Pemimpin pemberontakan PKI Madiun tahun 1948
2. Amir Syarifuddin (Pemimpin FDR)
F. Usaha Pemerintah :
1. Pemerintah mengadakan Operasi Militer di Jawa Tengah (Pimpinan Letkol Gatot Subroto), Jawa Timur (Pimpinan Letkol Sungkono), Divisi 3 Siliwangi di Jawa Barat ( Pimpinan Jend. Ahmad Yani)
G. Dampak Kejadian :
1. Banyak Korban Jiwa, baik dari TNI maupun PKI
2. Gagalnya pembentukan Negara Komunis
1. Terbentuknya FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin
2. Kedatangan Musso dari Uni Soviet yang membawa paham Komunis
3. Adanya kerja sama antara Musso dan Amir Syarifuddin untuk membentuk negara Komunis
B. Waktu Kejadian : 18 Desember 1948
C. Tempat Kejadian : Madiun, Jawa Timur
D. Tujuan :
1. Mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia yang berhaluan Komunis
2. Menghancurkan dan menggulingkan kebinet Hatta
E. Tokoh Kejadian :
1. Musso (Tokoh utama dan Pemimpin pemberontakan PKI Madiun tahun 1948
2. Amir Syarifuddin (Pemimpin FDR)
F. Usaha Pemerintah :
1. Pemerintah mengadakan Operasi Militer di Jawa Tengah (Pimpinan Letkol Gatot Subroto), Jawa Timur (Pimpinan Letkol Sungkono), Divisi 3 Siliwangi di Jawa Barat ( Pimpinan Jend. Ahmad Yani)
G. Dampak Kejadian :
1. Banyak Korban Jiwa, baik dari TNI maupun PKI
2. Gagalnya pembentukan Negara Komunis
Pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia
(DI/TII) terjadi di empat daerah, yaitu :
- DI/TII Jawa Barat
Sekar Marijan
Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah
Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17
Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya
penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan
taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap
oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya
Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
- DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII
juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di
Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di
daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo,
Amir Fatah kemudian diangkat sebagai �komandan
pertemburan Jawa Tengah�
dengan pangkat �Mayor
Jenderal Tentara Islam Indonesia�.
Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng
Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh
Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman
(Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun
1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari
Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan
Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu
juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh
Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk
menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi
Banteng Raiders.
- DI/TII Aceh
Adanya berbagai
masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta
rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab
meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh
Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan
daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan
Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi
operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah
pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
- DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah
berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya
disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya
Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade
yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak
karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer.
Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps
Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima
Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri
ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar
Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan
sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3
Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
PRRI/
Permesta
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan
pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan
Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956)
; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan
Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).
Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan
Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel
Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan
Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat
Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga
gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado
tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi,
Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta
dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara,
dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Operasi
Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan
mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal
12 Maret 1958.
- Operasi
17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani
berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai
Bukittinggi 21 Mei 1958.
- Operasi
Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
- Operasi
Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu
Sutowo.
- Sedangkan
untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan
nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri
dari :
- Operasi
Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh
Letkol Sumarsono.
- Operasi
Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh
Letkol Agus Prasmono.
- Operasi
Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin
oleh Letkol Magenda.
- Operasi
Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto
Hendraningrat
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan
KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten
Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di
Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian
Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA
diakui sebagai �Tentara
Pasundan� dan menolak
dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi
oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan
teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di
Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap
beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang
kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX,
Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada
Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil
diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda.
Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling
berhasil melarikan diri ke luar negeri.
Pemberontakan Andi Aziz
Latar
Belakang Andi Aziz
Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.
Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung. Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.
Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.
Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung. Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.
Andi Abdul
Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September 1924,
di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pendidikan umumnya di
Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa seorang
pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda
tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya
meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat
untuk memasuki sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi menjadi seorang
prajurit. Tetapi niat itu tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II.
Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis bertugas sebagai
tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari
pasukan bawah tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan
Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa
kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan
kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman—walaupun
sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman dari udara.
Di Inggris
kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp sekitar 70
kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit
komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan
menjadi sersan kadet (1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha
mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat
berbahasa Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando
Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta
dengan pangkat Sersan.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.
Setelah
Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih tugas
apakah yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan
bertugas di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan
pertimbangan bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi
Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat
kembali dengan orang tuanya di Makassar. Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya
mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian
bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke
Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di Makassar Andi Azis merasa
bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti
pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk
KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan Senior Sukowati
(Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa Indonesia asal
Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten Belanda
totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia
ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan
SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor
Parachusten—(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. pada tahun 1948 Andi Azis
dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat
Letnan Satu dengan 125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan
kemudian masuk TNI. Dalam susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya
menjadi kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan
anggotanya.
Tentu saja
pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan. Kemampuan
tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI. Daerah
Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan
agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus
Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah).
Andi Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front
Eropa.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.Pemberontakkan Andi Azis, salah seorang komandan bekas satuan tentera Belanda yang meletus pada tanggal 5 April 1950 di Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status dan perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Antara pihak pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari Jakarta, semula diusahakan pemecahan masalah melalui perundingan yang kemudian disusul dengan ultimatum, sehingga pada akhirnya harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota Makasar atau Ujung Pandang.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.Pemberontakkan Andi Azis, salah seorang komandan bekas satuan tentera Belanda yang meletus pada tanggal 5 April 1950 di Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status dan perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Antara pihak pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari Jakarta, semula diusahakan pemecahan masalah melalui perundingan yang kemudian disusul dengan ultimatum, sehingga pada akhirnya harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota Makasar atau Ujung Pandang.
Pemberontakan
Andi Azis
Pada tanggal 5 April 1950 di Makassar timbul pemberontakan yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan bekas KNIL di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Adapun berbagai tuntutan Andi Azis terhadap pemerintah RIS sebagai berikut.
1) Andi Azis menuntut agar pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah NIT.
2) Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari TNI yang sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor Worang.
3) Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan supaya tetap berdiri.
Pada tanggal 5 April 1950 di Makassar timbul pemberontakan yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan bekas KNIL di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Adapun berbagai tuntutan Andi Azis terhadap pemerintah RIS sebagai berikut.
1) Andi Azis menuntut agar pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah NIT.
2) Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari TNI yang sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor Worang.
3) Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan supaya tetap berdiri.
Untuk
menumpas pemberontakan Andi Azis pemerintah RIS melakukan berbagai upaya, di
antaranya adalah:
1) Setelah ultimatum kepada Andi Azis untuk menghadap ke Jakarta guna mempertanggungjawabkan perbuatannya tidak dipenuhi maka pemerintah mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut.
2) Pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang dan terdiri dari berbagai kesatuan dari ketiga angkatan dan kepolisian. Selanjutnya APRIS segera bergerak dan menguasai kota Makassar dan sekitarnya. Pada bulan April 1950 Andi Azis menyerahkan diri akan tetapi pertempuran-pertempuran antara pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih berlangsung pada bulan Mei dan Agustus 1950.
1) Setelah ultimatum kepada Andi Azis untuk menghadap ke Jakarta guna mempertanggungjawabkan perbuatannya tidak dipenuhi maka pemerintah mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut.
2) Pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang dan terdiri dari berbagai kesatuan dari ketiga angkatan dan kepolisian. Selanjutnya APRIS segera bergerak dan menguasai kota Makassar dan sekitarnya. Pada bulan April 1950 Andi Azis menyerahkan diri akan tetapi pertempuran-pertempuran antara pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih berlangsung pada bulan Mei dan Agustus 1950.
Salam kenal dari Blogger Tulungagung. Ane suka sejarah. maaf jika ane lama nongkrong melototin postingan ente. keep posting yah
ReplyDeletethanks sist ilmunya, lumayan lengkap buat modal menghadapi ulangan besok :)
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWalau g paham sejarah selengkap ini, jujur merem melek pahaminya,,,
ReplyDeleteTp joss gandoss bt anda, pngetahuan n pemahaman anda patut ksih hadiah jempol 5...
S̤̥̈̊є̲̣̥є̲̣̣̣̥♍ªªªηgªª†̥†̥̥ (ง'̀⌣'́)ง , untk terus belajar tdk hnya masa yg sudah lewat tp terus memperbaharui era saat ini... Tntunya dg berbagai byk saringannya, ((y)ˆ⌣ˆ)(y)
wowo..keren, bagus skali postingan ini..memang udh seharusx para pemuda mentauladani apa yg di contohkan oleh para pemuda2 masa pergerakan nasional trdahulu, bukan hanya larut dlm euforia kemewahan dan kegembiaraan yg brsifat pribadi saja. karena pemuda sekarang bisa sprti saat ini tdk lain karena bntuk dr prjuangan para pemuda trdahulu..sngguh brmanfaat postingan ini..
ReplyDeletecoba deh gabung di sini baut dapetin uang lebih buruan KLIK DI SINI
ReplyDelete